Warga menaiki transportasi becak di kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat.MI/Ramdani
Warga menaiki transportasi becak di kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat.MI/Ramdani

Becak Disebut Masa Lalu

31 Januari 2018 14:45
Jakarta: Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menyebut becak sudah tidak ada dalam konteks hierarki transportasi di Ibu Kota. Jakarta saat ini tengah berpacu pada kebijakan angkutan massal sebagai 'tulang punggung' moda transportasi di Ibu Kota.
 
"Jika dikaitkan dengan layanan angkutan di tingkat lingkungan pun tidak masuk. Kalaupun becak ada, pembinanya siapa? Angkutan umum jelas ada Organda, kelembagaan (becak) harus jelas kalau masuk-masuk saja tidak dibenarkan," kata Yayat, dalam Prime Talk, Rabu 31 Januari 2018.
 
Menurut Yayat, Jakarta saat ini sudah melompat pada percepatan pembangunan angkutan massal. Bahkan target beberapa tahun ke depan 60 persen mobilitas warga menggunakan angkutan massal.

"Keretanya harus cepat, kebutuhannya juga harus cepat. Ini menunjukkan Jakarta sudah masuk era now, bukan old lagi," katanya.
 
Yayat pun tak setuju jika kebijakan becak disebut sebagai katup pembuka lapangan kerja. Menurut dia, ketimbang menarik becak masih ada lapangan kerja lain yang lebih manusiawi.
 
Dilihat dari sisi pendapatan pun rata-rata penarik becak hanya mampu mengumpulkan uang sekitar Rp50 ribu per hari dengan hitungan bulanan sekitar Rp1,5 juta hingga Rp1,7 juta. Sementara upah minimum provinsi DKI Jakarta sudah Rp3,6 juta per bulan.
 
Jika diilustrasikan dengan kebutuhan keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan dua orang anak, BPS DKI Jakarta menyebut biaya hidup layak di Jakarta membutuhkan Rp9,6 juta per bulan.
 
"Apakah upah ini memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta? Mengapa tidak dibuat seperti Surabaya? Pendapatan penarik becak Rp600 ribu ditarik jadi penyapu jalan misalnya dengan gaji Rp3,1 juta. Berapa lompatannya?" ungkap Yayat.
 
Yayat mengatakan kritikan dari berbagai pihak bukan lantaran tak menghormati atau tak mendukung. Namun lebih kepada bagaimana pemerintah mencari agar solusi yang ditawarkan lebih menarik.
 
Pengaturan soal zonasi, penyesuaian permintaan dan penawaran, serta kuota harus dipikirkan oleh Pemprov DKI. Jangan sampai keberadaan becak menimbulkan gesekan antara moda transportasi lain yang sudah eksis.
 
"Kita khawatir ada konflik ruang zona becak. Ojek online tidak boleh masuk, ojek lain enggak boleh masuk. Akan ada persoalan baru karena penumpangnya (becak) terbatas," jelasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan