medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung segera mengambil keputusan untuk Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Keputusan akan diambil ketika Edy berstatus tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kalau dia (Edy Nasution) sudah status tersangka, dia akan diberhentikan sementara dari jabatannya," kata Juru Bicara MA Suhadi dalam konferensi pers di media center, Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).
MA menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Suhadi percaya KPK akan mengusut tuntas kasus dugaan suap itu.
Menurut dia, MA saat masih menunggu kelanjutan kasus ini. Keputusan lebih besar akan kembali diambil jika status hukum Edy meningkat.
"Kalau sudah berkekuatan hukum tetap sebagai terdakwa dan terpidana, jelas sesuai Undang-undang kepegawaian dia diberhentikan secara tidak hormat," tegas dia.
Sesuai tugas dan fungsi panitera, Edy merupakan administrator perkara, bukan yang mengadili. Menurut dia, Edy saat ini membawahi panitera muda pidana, panitera muda perdata, dan panitera muda hukum.
"Jadi orang yang menggunakan upaya hukum baik itu banding, kasasi itu dihadapkan dengan panitera pengadilan tingkat pertama," jelas dia.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan pendaftaran peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Mereka yakni Panitera atau Sekertaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Edy dan Doddy tertangkap tangan sedang bertransaksi suap di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 April. Keduanya ditangkap di parkiran basement hotel.
Dalam operasi ini, penyidik menyita uang sebesar Rp50 juta. Uang itu diserahkan dari Doddy kepada Edy. Uang tersebut merupakan sebagian dari jumlah uang yang dijanjikan sebesar Rp500 juta. Sebelumnya, Doddy juga telah memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Edy, pada Desember 2015.
Edy disangkakan sebagai penerima suap, sedangkan Doddy disangkakan sebagai pemberi suap.
Atas tindakannya ini, Doddy diduga melanggar Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Eddy diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan atau b dan atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung segera mengambil keputusan untuk Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Keputusan akan diambil ketika Edy berstatus tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kalau dia (Edy Nasution) sudah status tersangka, dia akan diberhentikan sementara dari jabatannya," kata Juru Bicara MA Suhadi dalam konferensi pers di media center, Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).
MA menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Suhadi percaya KPK akan mengusut tuntas kasus dugaan suap itu.
Menurut dia, MA saat masih menunggu kelanjutan kasus ini. Keputusan lebih besar akan kembali diambil jika status hukum Edy meningkat.
"Kalau sudah berkekuatan hukum tetap sebagai terdakwa dan terpidana, jelas sesuai Undang-undang kepegawaian dia diberhentikan secara tidak hormat," tegas dia.
Sesuai tugas dan fungsi panitera, Edy merupakan administrator perkara, bukan yang mengadili. Menurut dia, Edy saat ini membawahi panitera muda pidana, panitera muda perdata, dan panitera muda hukum.
"Jadi orang yang menggunakan upaya hukum baik itu banding, kasasi itu dihadapkan dengan panitera pengadilan tingkat pertama," jelas dia.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan pendaftaran peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Mereka yakni Panitera atau Sekertaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Edy dan Doddy tertangkap tangan sedang bertransaksi suap di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 April. Keduanya ditangkap di parkiran basement hotel.
Dalam operasi ini, penyidik menyita uang sebesar Rp50 juta. Uang itu diserahkan dari Doddy kepada Edy. Uang tersebut merupakan sebagian dari jumlah uang yang dijanjikan sebesar Rp500 juta. Sebelumnya, Doddy juga telah memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Edy, pada Desember 2015.
Edy disangkakan sebagai penerima suap, sedangkan Doddy disangkakan sebagai pemberi suap.
Atas tindakannya ini, Doddy diduga melanggar Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Eddy diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan atau b dan atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)