Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sampel suara Bupati nonaktif Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron pada Selasa, 13 Desember 2022. Rekaman itu dibutuhkan untuk kepentingan pengusutan kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur.
"Tim penyidik melakukan pemeriksaan pada tersangka RALAI (R Abdul Latif Amin Imron) dan kawan-kawan, di antaranya pengambilan sampling suara untuk kebutuhan kelengkapan pemberkasan perkara penyidikan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 14 Desember 2022.
Sampel suara juga dibutuhkan untuk pendalaman barang bukti yang dimiliki KPK. Pemberkasan kasus diyakini bakal tepat waktu dengan perekaman suara Abdul.
Abdul ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. Dia juga dijerat dalam perkara penerimaan gratifikasi.
KPK juga menetapkan tersangka lainnya. Mereka ialah, Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, Kadis PUPR Wildan Yulianto, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, serta Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.
Abdul merupakan pejabat yang memiliki kewenangan memilih dan menentukan kelulusan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan. Jabatan yang dijualnya pada tingkatan eselon tiga dan empat.
Harga untuk satu jabatan mulai dari Rp50-150 juta. KPK menduga Abdul sudah mengantongi uang Rp5,3 miliar.
Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Abdul. Salah satunya, mengukur survei elektabilitas.
Agus, Wildan, Achmad, Hosin, dan Salman ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Abdul ditetapkan sebagai tersangka penerima. Dia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengambil sampel suara Bupati nonaktif Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron pada Selasa, 13 Desember 2022. Rekaman itu dibutuhkan untuk kepentingan pengusutan kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur.
"Tim penyidik melakukan pemeriksaan pada tersangka
RALAI (R Abdul Latif Amin Imron) dan kawan-kawan, di antaranya pengambilan sampling suara untuk kebutuhan kelengkapan pemberkasan perkara penyidikan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 14 Desember 2022.
Sampel suara juga dibutuhkan untuk pendalaman barang bukti yang dimiliki KPK. Pemberkasan kasus diyakini bakal tepat waktu dengan perekaman suara Abdul.
Abdul ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. Dia juga dijerat dalam perkara penerimaan gratifikasi.
KPK juga menetapkan tersangka lainnya. Mereka ialah, Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, Kadis PUPR Wildan Yulianto, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, serta Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.
Abdul merupakan pejabat yang memiliki kewenangan memilih dan menentukan kelulusan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan. Jabatan yang dijualnya pada tingkatan eselon tiga dan empat.
Harga untuk satu jabatan mulai dari Rp50-150 juta. KPK menduga Abdul sudah mengantongi uang Rp5,3 miliar.
Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Abdul. Salah satunya, mengukur survei elektabilitas.
Agus, Wildan, Achmad, Hosin, dan Salman ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Abdul ditetapkan sebagai tersangka penerima. Dia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)