Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Djoko Soegiarto Tjandra. Terdakwa kasus dugaan suap dalam penghapusan red notice dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) itu dianggap tidak layak mendapatkan status JC.
"Kami berpendapat terdakwa merupakan pelaku utama. Sehingga permohonan terdakwa untuk jadi JC tersebut selayaknya tidak diterima," kata salah satu JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Maret 2021.
Menurut jaksa, Djoko Tjandra tidak memenuhi unsur sebagai JC sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. Sejumlah syarat memperoleh JC, yakni terdakwa merupakan salah satu pelaku tindak pidana, bukan pelaku utama, mengakui kejahatannya, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Jaksa menjelaskan fakta-fakta persidangan mengungkapkan Djoko Tjandra merupakan pelaku utama yang melakukan korupsi. Mulai dari pemberian suap US$500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Suap itu untuk agar MA mengeluarkan fatwa yang dapat membebaskan Djoko Tjandra dalam kasus hak tagih Bank Bali.
Djoko Tjandra juga terbukti menyuap mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Djoko mengguyur Napoleon SG$200 ribu dan US$370 ribu.
Sedangkan, Prasetijo menerima US$100 ribu dari Djoko Tjandra. Suap diberikan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Pada perkara ini, Djoko Tjandra telah dituntut selama empat tahun penjara. Dia juga dikenakan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca: Jaksa Tuntut Djoko Tjandra Empat Tahun Penjara
Perbuatan Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi. Hal itu jadi pertimbangan jaksa memberatkan hukuman.
"Hal yang meringankan hukuman terdakwa sopan di persidangan," ucap jaksa.
Sidang berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan pledoi atau nota pembelaan oleh pihak Djoko Tjandra. Majelis hakim menjadwalkan persidangan digelar pada Senin, 15 Maret 2021.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) menolak permohonan
justice collaborator (JC) yang diajukan
Djoko Soegiarto Tjandra. Terdakwa kasus dugaan suap dalam penghapusan
red notice dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) itu dianggap tidak layak mendapatkan status JC.
"Kami berpendapat terdakwa merupakan pelaku utama. Sehingga permohonan terdakwa untuk jadi JC tersebut selayaknya tidak diterima," kata salah satu JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Maret 2021.
Menurut jaksa, Djoko Tjandra tidak memenuhi unsur sebagai JC sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. Sejumlah syarat memperoleh JC, yakni terdakwa merupakan salah satu pelaku tindak pidana, bukan pelaku utama, mengakui kejahatannya, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Jaksa menjelaskan fakta-fakta persidangan mengungkapkan Djoko Tjandra merupakan pelaku utama yang melakukan korupsi. Mulai dari pemberian suap US$500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Suap itu untuk agar MA mengeluarkan fatwa yang dapat membebaskan Djoko Tjandra dalam kasus hak tagih Bank Bali.
Djoko Tjandra juga terbukti menyuap mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Djoko mengguyur Napoleon SG$200 ribu dan US$370 ribu.
Sedangkan, Prasetijo menerima US$100 ribu dari Djoko Tjandra. Suap diberikan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Pada perkara ini, Djoko Tjandra telah dituntut selama empat tahun penjara. Dia juga dikenakan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca: Jaksa Tuntut Djoko Tjandra Empat Tahun Penjara
Perbuatan Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi. Hal itu jadi pertimbangan jaksa memberatkan hukuman.
"Hal yang meringankan hukuman terdakwa sopan di persidangan," ucap jaksa.
Sidang berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan pledoi atau nota pembelaan oleh pihak Djoko Tjandra. Majelis hakim menjadwalkan persidangan digelar pada Senin, 15 Maret 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)