medcom.id, Jakarta: Kepolisian membantah tidak cermat mengusut kasus SMS gelap mengatasnamakan Antasari Azhar kepada Direktur PT Putra Rajawali Banjarmasin Nasrudin Zulkarnaen. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono memastikan penyelidikan terus berjalan.
Aparat, kata Argo, butuh waktu menyingkap kasus yang sudah dilaporkan sejak 2010 itu. "Sekarang begini, provider menyimpan data dari tahun berapa ke tahun berapa data itu. Dia cuma kasih barang bukti fotokopi percakapan. Itu dari mana fotokopi? SMS dari mana? Polisi netral," tegas Argo di KPUD DKI Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.
Sebelumnya, kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman, menuding penyidik tak benar-benar mengusut kasus itu. Sampai saat ini pengusutan mandek.
Boyamin mengatakan, SMS menjadi salah satu bukti pada dakwaan yang membuat Antasari dijebloskan ke bui terkait kasus pembunuhan Nasrudin. Namun, bukti petunjuk itu ternyata tidak ada. Pengirim pesan pun belum terungkap.
Boyamin memperkirakan ada pihak-pihak yang merekayasa SMS itu. Namun, ia ogah berspekulasi dan menuding pihak tertentu.
"Bisa saja, kalau tidak ada pelakunya berarti penyidik yang dulu tidak cermat atau mengarang. Kalau polisi tidak mampu menemukan itu, dan yang menyuruh (mengejar SMS), ceroboh itu," tegas Bonyamin, Senin 6 Februari 2017.
Antasari pernah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya 6 tahun lalu. SMS itu berbunyi, “Maaf permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya.”
Antasari dituding sebagai pengirim SMS itu kepada Nasrudin. Nasrudin meregang nyawa pada 15 Maret 2009, sehari setelah SMS dikirim. SMS itu kemudian menjadi salah satu dasar dakwaan jaksa penuntut umum kepada Antasari.
Boyamin Saiman memastikan tak ada data SMS maupun komunikasi lain Antasari-Nasrudin di telepon genggam pria yang akhirnya bebas murni setelah menerima grasi dari Presiden Joko Widodo itu. Dia menilai, pengungkapan SMS gelap bisa membongkar kasus pembunuhan yang membuat Antasari mendekam di sel lebih dari 7 tahun.
medcom.id, Jakarta: Kepolisian membantah tidak cermat mengusut kasus SMS gelap mengatasnamakan Antasari Azhar kepada Direktur PT Putra Rajawali Banjarmasin Nasrudin Zulkarnaen. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono memastikan penyelidikan terus berjalan.
Aparat, kata Argo, butuh waktu menyingkap kasus yang sudah dilaporkan sejak 2010 itu. "Sekarang begini, provider menyimpan data dari tahun berapa ke tahun berapa data itu. Dia cuma kasih barang bukti fotokopi percakapan. Itu dari mana fotokopi? SMS dari mana? Polisi netral," tegas Argo di KPUD DKI Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.
Sebelumnya, kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman, menuding penyidik tak benar-benar mengusut kasus itu. Sampai saat ini pengusutan mandek.
Boyamin mengatakan, SMS menjadi salah satu bukti pada dakwaan yang membuat Antasari dijebloskan ke bui terkait kasus pembunuhan Nasrudin. Namun, bukti petunjuk itu ternyata tidak ada. Pengirim pesan pun belum terungkap.
Boyamin memperkirakan ada pihak-pihak yang merekayasa SMS itu. Namun, ia ogah berspekulasi dan menuding pihak tertentu.
"Bisa saja, kalau tidak ada pelakunya berarti penyidik yang dulu tidak cermat atau mengarang. Kalau polisi tidak mampu menemukan itu, dan yang menyuruh (mengejar SMS), ceroboh itu," tegas Bonyamin, Senin 6 Februari 2017.
Antasari pernah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya 6 tahun lalu. SMS itu berbunyi, “Maaf permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya.”
Antasari dituding sebagai pengirim SMS itu kepada Nasrudin. Nasrudin meregang nyawa pada 15 Maret 2009, sehari setelah SMS dikirim. SMS itu kemudian menjadi salah satu dasar dakwaan jaksa penuntut umum kepada Antasari.
Boyamin Saiman memastikan tak ada data SMS maupun komunikasi lain Antasari-Nasrudin di telepon genggam pria yang akhirnya bebas murni setelah menerima grasi dari Presiden Joko Widodo itu. Dia menilai, pengungkapan SMS gelap bisa membongkar kasus pembunuhan yang membuat Antasari mendekam di sel lebih dari 7 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)