medcom.id, Jakarta: Aktivis HAM, Munir Said Thalib meninggal terbunuh dalam perjalanan pesawat pada awal September 2004 lalu. Lalu mengapa Munir harus meninggal terbunuh?
"Sudah saya katakan, bahwa Munir adalah seorang aktivis HAM. Tentu ada bagian, orang yang terkena. Yang sering melanggar HAM terkena dampak kegiatan yang bersangkutan," kata mantan Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Munir, Brigjen Pol (Purn) Marshudi Hanafi dalam sebuah perbincangan di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016) malam.
Marshudi menuturkan, setidaknya tiga kali Munir mengalami percobaan pembunuhan. Yaitu mulai dari racun di kantornya, ditabrak di jalan, dan terakhir arsenik di pesawat.
"Arsenik ini beda dengan racun lain. Karena yang terkena arsenik ini seperti muntaber. Tapi penanganannya, jauh berbeda dari muntaber. Terlebih kenanya di atas pesawat yang alat kesehatannya tidak memadai," ucap dia.
Munir meninggal dalam pesawat Garuda Indonesia jurusan Indonesia-Amsterdam, 7 September 2004. Munir meninggal karena diracun. Hal itu dikuatkan bukti polisi Belanda menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah dilakukan otopsi, yang kemudian dikonfirmasi polisi Indonesia.
Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan Pollycarpus, pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir.
Hakim Cicut Sutiarso menyatakan, sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior.
Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebuah LSM yang fokus ke masalah HAM, memohon ke Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk menyelesaikan polemik ini. Pada 10 Oktober, Majelis Komisioner KIP memutuskan hasil TPF Munir wajib diumumkan ke publik.
medcom.id, Jakarta: Aktivis HAM, Munir Said Thalib meninggal terbunuh dalam perjalanan pesawat pada awal September 2004 lalu. Lalu mengapa Munir harus meninggal terbunuh?
"Sudah saya katakan, bahwa Munir adalah seorang aktivis HAM. Tentu ada bagian, orang yang terkena. Yang sering melanggar HAM terkena dampak kegiatan yang bersangkutan," kata mantan Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Munir, Brigjen Pol (Purn) Marshudi Hanafi dalam sebuah perbincangan di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016) malam.
Marshudi menuturkan, setidaknya tiga kali Munir mengalami percobaan pembunuhan. Yaitu mulai dari racun di kantornya, ditabrak di jalan, dan terakhir arsenik di pesawat.
"Arsenik ini beda dengan racun lain. Karena yang terkena arsenik ini seperti muntaber. Tapi penanganannya, jauh berbeda dari muntaber. Terlebih kenanya di atas pesawat yang alat kesehatannya tidak memadai," ucap dia.
Munir meninggal dalam pesawat Garuda Indonesia jurusan Indonesia-Amsterdam, 7 September 2004. Munir meninggal karena diracun. Hal itu dikuatkan bukti polisi Belanda menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah dilakukan otopsi, yang kemudian dikonfirmasi polisi Indonesia.
Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan Pollycarpus, pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir.
Hakim Cicut Sutiarso menyatakan, sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior.
Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebuah LSM yang fokus ke masalah HAM, memohon ke Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk menyelesaikan polemik ini. Pada 10 Oktober, Majelis Komisioner KIP memutuskan hasil TPF Munir wajib diumumkan ke publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)