Sidang pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. - Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. - Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Jaksa KPK Singgung Pelanggaran Hakim MA di PK Syafruddin

Fachri Audhia Hafiez • 09 Januari 2020 15:55
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Memori PK tersebut menyoroti pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Agung (MA) Syamsul Rakan Chaniago.
 
"Bahwa Badan Pengawas (Bawas) MA telah melakukan pemeriksaan kepada hakim ad hoc Syamsul Rakan Chaniago dan putusan Bawas menyatakan perbuatan hakim agung Syamsul Rakan Chaniago telah melanggar prinsip-prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim," kata jaksa KPK Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Januari 2020.
 
Jaksa menilai anggota majelis hakim telah melanggar prinsip imparsialitas dalam memutus perkara. Pasalnya, sebelum kasasi diputus, Syamsul sempat berkomunikasi dan bertemu Ahmad Yani yang merupakan penasihat hukum Syafruddin.

Temuan tersebut dirinci dalam memori PK. Berdasarkan rekaman panggilan, Syamsul dan Ahmad Yani berkomunikasi pada 13 Juni 2019. Keduanya kembali berkomunikasi pada 28 Juni 2019 sore.
 
Satu jam setelah percakapan sore tersebut, Syamsul dan Yani bertemu di Cafe Segafredo Plaza Indonesia, Jakarta. Pertemuan itu terekam kamera pengintai atau CCTV.
 
Majelis hakim kasasi memutus perkara Syafruddin pada 9 Juli 2019. Syafruddin terbukti dalam dakwaan tapi bukan perbuatan tindak pidana. MA melepaskan Syafruddin. Syamsul merupakan salah satu anggota yang berpendapat bahwa perbuatan Syafruddin merupakan ranah perdata.
 
"Bahwa perbuatan hakim ad hoc Syamsul yang berkomunikasi dengan bertemu dengan Ahmad Yani, telah melanggar Pasal 5 ayat (3) huruf e peraturan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial nomor 02/PB/MA/IX/2012, 02/PB/P.KY/09/2012 tentang panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim," ujar jaksa.
 
Sebelumnya, Syafruddin didakwa melakukan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim.
 
Majelis Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Syafruddin Arsyad Temenggung pada 24 September 2018. 
 
Syafruddin mengajukan banding pada 2 Januari 2019. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan, bila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
 
Syafruddin lantas mengajukan kasasi ke MA. Majelis hakim tingkat kasasi malah membatalkan putusan sebelumnya.
 
Dua hakim menilai perbuatan Syafruddin bukan perbuatan pidana. Hakim Syamsul Rakan Chaniago dalam amarnya menyebutkan perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan perdata dan Hakim Mohamad Askin menilai itu perbuatan administrasi. Hanya Hakim Salman Luthan yang berpendapat bahwa dakwaan terbukti dan merupakan perbuatan pidana.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan