Soesilo Aribowo, kuasa hukum Dirut nonaktif PLN Sofyan Basir. Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto.
Soesilo Aribowo, kuasa hukum Dirut nonaktif PLN Sofyan Basir. Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto.

Sofyan Basir Cabut Gugatan Praperadilan

Theofilus Ifan Sucipto • 17 Juni 2019 13:21
Jakarta: Direktur Utama nonaktif Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir mencabut permohonan praperadilannya. Sofyan memilih fokus menghadapi pokok perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Pencabutan praperadilan disampaikan kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hakim ketua majelis sidang Agus Widodo mengabulkan pencabutan praperadilan. 
 
"Menyatakan permohonan praperadilan yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL dinyatakan dicabut," kata Agus di PN Jaksel, Senin, 17 Juni 2019. 

Soesilo menyebut pihaknya tidak memerlukan sidang praperadilan lantaran KPK cepat menyiapkan berkas perkara. Berkas itu telah dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
 
Dia menilai lebih efektif jika kliennya langsung disidangkan di Pengadilan Tipikor. Soesilo mengaku belum mengetahui jadwal sidang perdana Sofyan di Pengadilan Tipikor.
 
Soesilo mengaku tidak ada persiapan khusus jelang sidang perdana. Pihaknya bakal mengikuti seluruh rangkaian sidang yang akan berlangsung. "Mudah-mudahan (sidang) bisa berjalan lancar untuk pokok perkara," jelas Soesilo.
 
Jaksa penuntut KPK telah melimpahkan berkas dakwaan Sofyan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Sofyan segera duduk sebagai terdakwa atas perkara suap dugaan proyek pembangunan PLTU Riau-I.
 
"Selanjutnya pihak PN akan menentukan kapan agenda sidang pertama untuk pembacaan dakwaan tersebut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.
 
Febri mengatakan dalam dakwaan itu, jaksa penuntut akan menguraikan semua keterlibatan dan peran Sofyan dalam kasus ini. Mantan Dirut Bank BRI itu diduga membantu pelaku lain dalam skandal proyek bernilai Rp12,9 triliun itu.
 
Keterlibatan Sofyan berawal ketika direktur PT Samantaka Batubara mengirim surat ke PT PLN pada Oktober 2015. Surat itu berisikan permohonan agar PLN memasukkan proyek dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN.
 
Surat tak ditanggapi. Bos Blackgold Natural Resources (BNR) Limited Johannes Budisutrisno Kotjo, yang juga bos PT Samantaka, akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek independent power producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
 
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
 
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Pasalnya, PLN sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
 
Baca: KPK akan 'Kuliti' Peran Sofyan Basir
 
Saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) sedianya belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk RUPTL PLN.
 
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan Blackgold Natural Resource dan China Huadian Engineering Company (CHEC).
 
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan politikus Golkar Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara, dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
 
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan