medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai hanya Presiden Joko Widodo berhak menilai masih pantas tidaknya Gatot Nurmantyo menjabat Panglima TNI. Belakangan, Gatot dianggap kerap bermanuver politik yang memunculkan polemik.
"Itu Presiden yang berhak menilai itu," tegas Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa 26 September 2017.
Kalla terkesan enggan mengomentari kisruh pembelian senjata itu. Lagi pula, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto telah mengeluarkan pernyataan soal itu.
Pembelian senjata dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mendukung pelatihan taruna/taruni Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). Pembelian 521 pucuk senjata jenis SS2 itu pun seizin Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
"Sudah dijelaskan pak Wiranto. Pak Wiranto yang meluruskan," kata Kalla.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul ketika rekaman pernyataan Gatot dalam silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI tersebar. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Parahnya, pembelian mencatut nama Presiden Joko Widodo. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menko Polhukam Wiranto menanggapi dan menyatakan senjata tersebut pesanan BIN. Ia menegaskan, pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
Pernyataan Wiranto diperkuat PT Pindad (Persero). BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai hanya Presiden Joko Widodo berhak menilai masih pantas tidaknya Gatot Nurmantyo menjabat Panglima TNI. Belakangan, Gatot dianggap kerap bermanuver politik yang memunculkan polemik.
"Itu Presiden yang berhak menilai itu," tegas Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa 26 September 2017.
Kalla terkesan enggan mengomentari kisruh pembelian senjata itu. Lagi pula, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto telah mengeluarkan pernyataan soal itu.
Pembelian senjata dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mendukung pelatihan taruna/taruni Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). Pembelian 521 pucuk senjata jenis SS2 itu pun seizin Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
"Sudah dijelaskan pak Wiranto. Pak Wiranto yang meluruskan," kata Kalla.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul ketika rekaman pernyataan Gatot dalam silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI tersebar. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Parahnya, pembelian mencatut nama Presiden Joko Widodo. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menko Polhukam Wiranto menanggapi dan menyatakan senjata tersebut pesanan BIN. Ia menegaskan, pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
Pernyataan Wiranto diperkuat PT Pindad (Persero). BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)