medcom.id, Jakarta: Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan pihaknya tak merasa kecolongan dengan penangkapan Patrialis Akbar terkait dugaan suap. Secara kelembagaan, kinerja para hakim berada di bawah pengawasan.
"Kalau kecolongan tidak, karena secara kelembagaan sudah ada Dewan Etik," tegas Fajar di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
Menurut Fajar, Dewan Etik bekerja setiap hari berdasarkan laporan masyarakat atau pemberitaan. Laporan yang disertai bukti awal akan langsung ditindaklanjuti, bahkan hakim bisa langsung diperiksa.
"Jadi kita tahu kinerja Dewan Etik dalam menjaga hakim konstitusi seperti ini. Dalam batas-batas tertentu, mana yang boleh dilakukan oleh hakim, mana yang tidak boleh. Secara etik kan begitu," jelas Fajar.
Misal, kata Fajar, Patrialis ingin menjenguk Akil Mochtar di KPK atau justru ingin mengikuti salah satu demonstrasi. Ia harus mengantongi izin Dewan Etik MK. Akil Mochtar adalah mantan Ketua MK yang dihukum seumur hidup karena terbukti menerima suap pelbagai kasus pilkada.
"Nah, dalam batas-batas tertentu Dewan Etik bisa menentukan boleh atau tidak boleh dilakukan," ucap dia.
Patrialis menjadi satu dari empat tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersangka juga dilakukan kepada rekan Patrialis, Kamaludin, Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging, dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.
Patrialis Akbar usai menjalani pemeriksaan di KPK/ANT/Muhammad Adimaja
Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin. Suap diberikan agar MK mengabulkan judicial review terhadap UU tersebut.
Mantan politikus PAN itu dijanjikan fee sebesar SGD200 ribu buat memuluskan keinginan Basuki. Fulus sudah diberikan secara bertahap, sebanyak tiga kali.
KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draf perkara bernomor 129/puu-xiii/2015.
Patrialis dan Kamaludin terduga penerima suap dijerat Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Basuki dan Fenny terduga pemberi suap dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan pihaknya tak merasa kecolongan dengan penangkapan Patrialis Akbar terkait dugaan suap. Secara kelembagaan, kinerja para hakim berada di bawah pengawasan.
"Kalau kecolongan tidak, karena secara kelembagaan sudah ada Dewan Etik," tegas Fajar di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
Menurut Fajar, Dewan Etik bekerja setiap hari berdasarkan laporan masyarakat atau pemberitaan. Laporan yang disertai bukti awal akan langsung ditindaklanjuti, bahkan hakim bisa langsung diperiksa.
"Jadi kita tahu kinerja Dewan Etik dalam menjaga hakim konstitusi seperti ini. Dalam batas-batas tertentu, mana yang boleh dilakukan oleh hakim, mana yang tidak boleh. Secara etik kan begitu," jelas Fajar.
Misal, kata Fajar, Patrialis ingin menjenguk Akil Mochtar di KPK atau justru ingin mengikuti salah satu demonstrasi. Ia harus mengantongi izin Dewan Etik MK. Akil Mochtar adalah mantan Ketua MK yang dihukum seumur hidup karena terbukti menerima suap pelbagai kasus pilkada.
"Nah, dalam batas-batas tertentu Dewan Etik bisa menentukan boleh atau tidak boleh dilakukan," ucap dia.
Patrialis menjadi satu dari empat tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersangka juga dilakukan kepada rekan Patrialis, Kamaludin, Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging, dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.
Patrialis Akbar usai menjalani pemeriksaan di KPK/ANT/Muhammad Adimaja
Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin. Suap diberikan agar MK mengabulkan judicial review terhadap UU tersebut.
Mantan politikus PAN itu dijanjikan fee sebesar SGD200 ribu buat memuluskan keinginan Basuki. Fulus sudah diberikan secara bertahap, sebanyak tiga kali.
KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draf perkara bernomor 129/puu-xiii/2015.
Patrialis dan Kamaludin terduga penerima suap dijerat Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Basuki dan Fenny terduga pemberi suap dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)