medcom.id, Jakarta : Kampus reformasi Trisakti kembali memperingati tragedi kerusuhan Mei 1998. Mereka menuntut Pemerintahan Jokowi-JK menuntaskan pelanggaran HAM berat yang terjadi saat itu.
Upacara dilakukan mahasiswa berseragam putih-putih menenteng empat foto mahaiswa yang meregang nyawa akibat peluru tajam aparat. Peringatan diwarnai dengan pengibaran bendera setengah tiang, tabur bunga, pembacaan memoir dan sambutan para keluarga korban serta saksi.
"Kita ingatkan pada Pemerintah, ada momentum belum selesai, reformasi belum selesai," kata Sekretaris Senat Universitas Trisakti, Dadan Umar Daihani, di Gedung Dr Syarif Thajeb, Kampus Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (12/5/2016).
Acara itu juga dihadiri Sunarmi, orang tua Hafidhin Royan, yang menjadi korban penembakan. Ia mengecam Pemerintah yang dinilai tidak serius menyelesaikan kasus pembunuhan putra satu-satunya itu. Dari raut mukanya yang mulai keriput ia menahan amarah dengan tatapan mata tajam.
"Perjuangan ini harus dilanjutkan, putra saya tak boleh mati sia-sia. Akui saja siapa yang menembak anak saya," jelas Sunarmi
Selepas upacara, ratusan mahasiswa terus memadati lahan parkir. Mereka membentuk barisan, membawa spanduk dan meneriakan yel-yel. "Jokowi jangan menutup mata," teriak salah satu orator lewat megaphone-nya.
"Kami ingin ini dituntaskan secara keadilan hukum, walaupun kita akui negara telah memberikan menobatkan jadi pahlawan perjuangan reformasi, tapi itu tak cukup," tegas Dadan yang menjadi saksi hidup dan melihat langsung tembakan-tembakan yang diarahkan ke dalam kampusnya.
Mahasiswa melakukan tabur bunga di Monumen Reformasi, Trisakti. Foto: Antara/Dhoni
Tragedi Trisakti tak bisa dilupakan sivitas Trisakti. Lekat dalam benak mereka kebrutalan aparat era orde baru. Empat orang mahasiswa Trisakti meninggal dengan peluru bersarang di leher, kepala dan dada. Tuntutan mereka cuma satu: tuntaskan kasus pelanggaran HAM berat pada 12 Mei 1998.
Komnas HAM, yang turut menyelidiki kasus kerusuhan massal tersebut telah menyatakan ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan merekomendasikan dibentuknya Pengadilan HAM adhoc.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang saat itu diketuai Marzuki Darusman merekomendasikan negara agar ada pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku serta pemulihan dan memberikan kompensasi kepada para korban peristiwa tersebut.
Berdasarkan laporan "Sujud di Hadapan Korban Tragedi Jakarta Mei 1998" yang dikeluarkan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan dari laporan tim TGPF, setidaknya ada 1.217 jiwa yang meninggal, 91 orang luka, serta 31 orang hilang akibat Tragedi Mei yang terjadi pada 13 hingga 15 Mei 1998.
Selain terjadi pembunuhan, juga terjadi kekerasan seksual pada masa itu. TGPF Mei 1998 telah memverifikasi adanya 85 perempuan korban kekerasan seksual yang berlangsung dalam rangkaian kerusuhan Tragedi Mei 1998 dengan rincian 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan dan penganiayaan seksual, dan sembilan korban pelecehan seksual.
medcom.id, Jakarta : Kampus reformasi Trisakti kembali memperingati tragedi kerusuhan Mei 1998. Mereka menuntut Pemerintahan Jokowi-JK menuntaskan pelanggaran HAM berat yang terjadi saat itu.
Upacara dilakukan mahasiswa berseragam putih-putih menenteng empat foto mahaiswa yang meregang nyawa akibat peluru tajam aparat. Peringatan diwarnai dengan pengibaran bendera setengah tiang, tabur bunga, pembacaan memoir dan sambutan para keluarga korban serta saksi.
"Kita ingatkan pada Pemerintah, ada momentum belum selesai, reformasi belum selesai," kata Sekretaris Senat Universitas Trisakti, Dadan Umar Daihani, di Gedung Dr Syarif Thajeb, Kampus Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (12/5/2016).
Acara itu juga dihadiri Sunarmi, orang tua Hafidhin Royan, yang menjadi korban penembakan. Ia mengecam Pemerintah yang dinilai tidak serius menyelesaikan kasus pembunuhan putra satu-satunya itu. Dari raut mukanya yang mulai keriput ia menahan amarah dengan tatapan mata tajam.
"Perjuangan ini harus dilanjutkan, putra saya tak boleh mati sia-sia. Akui saja siapa yang menembak anak saya," jelas Sunarmi
Selepas upacara, ratusan mahasiswa terus memadati lahan parkir. Mereka membentuk barisan, membawa spanduk dan meneriakan yel-yel. "Jokowi jangan menutup mata," teriak salah satu orator lewat megaphone-nya.
"Kami ingin ini dituntaskan secara keadilan hukum, walaupun kita akui negara telah memberikan menobatkan jadi pahlawan perjuangan reformasi, tapi itu tak cukup," tegas Dadan yang menjadi saksi hidup dan melihat langsung tembakan-tembakan yang diarahkan ke dalam kampusnya.
Mahasiswa melakukan tabur bunga di Monumen Reformasi, Trisakti. Foto: Antara/Dhoni
Tragedi Trisakti tak bisa dilupakan sivitas Trisakti. Lekat dalam benak mereka kebrutalan aparat era orde baru. Empat orang mahasiswa Trisakti meninggal dengan peluru bersarang di leher, kepala dan dada. Tuntutan mereka cuma satu: tuntaskan kasus pelanggaran HAM berat pada 12 Mei 1998.
Komnas HAM, yang turut menyelidiki kasus kerusuhan massal tersebut telah menyatakan ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan merekomendasikan dibentuknya Pengadilan HAM adhoc.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang saat itu diketuai Marzuki Darusman merekomendasikan negara agar ada pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku serta pemulihan dan memberikan kompensasi kepada para korban peristiwa tersebut.
Berdasarkan laporan "Sujud di Hadapan Korban Tragedi Jakarta Mei 1998" yang dikeluarkan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan dari laporan tim TGPF, setidaknya ada 1.217 jiwa yang meninggal, 91 orang luka, serta 31 orang hilang akibat Tragedi Mei yang terjadi pada 13 hingga 15 Mei 1998.
Selain terjadi pembunuhan, juga terjadi kekerasan seksual pada masa itu. TGPF Mei 1998 telah memverifikasi adanya 85 perempuan korban kekerasan seksual yang berlangsung dalam rangkaian kerusuhan Tragedi Mei 1998 dengan rincian 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan dan penganiayaan seksual, dan sembilan korban pelecehan seksual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)