medcom.id, Jakarta: Kejaksaan mengembalikan berkas perkara kasus Buni Yani kepada penyidik Polda Metro Jaya karena belum lengkap. Alasannya, masih ada keterangan ahli yang belum dikantongi penyidik.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, saat ini penyidik masih melengkapi petunjuk jaksa agar berkas bisa dinyatakan P21 atau lengkap.
"Iya sedang diperbaiki. (Keterangan) saksi ahli (kurang lengkap)," kata Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2016).
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Agus Rohmat mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan berkas itu bolik balik. Menurutnya, hal itu wajar terjadi dalam proses hukum, agar di persidangan tidak kekurangan materi.
"Kami tunggu, bila sudah P21 kami limpahkan tahap dua, barang bukti dan tersangkanya. Kalau belum, kita perbaiki lagi," kata Agus.
Setelah berkas lengkap, jaksa diharapkan bisa cepat membuat dakwaan terhadap Buni. Agus mengatakan, pihaknya terus melakukan koordinasi agar persidangan dapat digelar.
"Kita kebut agar segera disidangkan sehingga ada kepastian hukum. Kami terus koordinasi dengan Kejati DKI melengkapinya, kemungkinan bisa sampai awal tahun 2017," ujarnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Buni Yani. Penetapan tersangka kasus pencemaran nama baik dan penghasutan berbau SARA Buni dianggap sah.
Buni Yani merupakan pengunggah potongan video pidato Gubernur nonaktif Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama ketika memberikan sambutan yang mengutip surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu, September lalu. Buni juga mentranskrip omongan Ahok melalui video berdurasi setengah menit.
Dalam transkripan, ada kata yang dihilangkan Buni. Hal itu diduga menyebabkan pro kontra di kalangan netizen.
Buni lalu dilaporkan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video pidato Ahok.
Buni ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ia diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0Kvm0Glk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan mengembalikan berkas perkara kasus Buni Yani kepada penyidik Polda Metro Jaya karena belum lengkap. Alasannya, masih ada keterangan ahli yang belum dikantongi penyidik.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, saat ini penyidik masih melengkapi petunjuk jaksa agar berkas bisa dinyatakan P21 atau lengkap.
"Iya sedang diperbaiki. (Keterangan) saksi ahli (kurang lengkap)," kata Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2016).
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Agus Rohmat mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan berkas itu bolik balik. Menurutnya, hal itu wajar terjadi dalam proses hukum, agar di persidangan tidak kekurangan materi.
"Kami tunggu, bila sudah P21 kami limpahkan tahap dua, barang bukti dan tersangkanya. Kalau belum, kita perbaiki lagi," kata Agus.
Setelah berkas lengkap, jaksa diharapkan bisa cepat membuat dakwaan terhadap Buni. Agus mengatakan, pihaknya terus melakukan koordinasi agar persidangan dapat digelar.
"Kita kebut agar segera disidangkan sehingga ada kepastian hukum. Kami terus koordinasi dengan Kejati DKI melengkapinya, kemungkinan bisa sampai awal tahun 2017," ujarnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Buni Yani. Penetapan tersangka kasus pencemaran nama baik dan penghasutan berbau SARA Buni dianggap sah.
Buni Yani merupakan pengunggah potongan video pidato Gubernur nonaktif Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama ketika memberikan sambutan yang mengutip surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu, September lalu. Buni juga mentranskrip omongan Ahok melalui video berdurasi setengah menit.
Dalam transkripan, ada kata yang dihilangkan Buni. Hal itu diduga menyebabkan pro kontra di kalangan netizen.
Buni lalu dilaporkan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video pidato Ahok.
Buni ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ia diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)