medcom.id, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melakukan rapat koordinasi terbatas untuk membahas rencana penerbitan peraturan bersama terkait dengan pencegahan pendanaan senjata pemusnah massal. Rapat berlangsung di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin.
Turut hadir Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, perwakilan Polri, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapaten), dan instansi terkait lainnya.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan saat ini Indonesia belum memiliki aturan mengenai pencegahan pendanaan senjata pemusnah massal. Kebijakan itu berkaitan dengan pemenuhan standar internasional dalam memerangi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme (TPPU/TPPT).
"Kita belum memiliki pengaturan mengenai freezing without delay bagi negara yang terkena financial sanctions (sanksi ekonomi) terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal oleh PBB," kata Wiranto.
Karena itu, terang dia, rapat koordinasi terbatas itu menyimpulkan untuk segera menyusun draf peraturan bersama tentang pemblokiran serta-merta terhadap pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Menurutnya, rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) mengharuskan setiap negara untuk melakukan freezing without delay atau pembekuan terhadap aset orang-orang yang terlibat dalam pendanaan senjata pemusnah massal. Negara yang lalai terhadap pembekuan aset itu dapat dikenai sanksi ekonomi oleh PBB.
Sejak 2006 PBB telah menjatuhkan sanksi ekonomi terkait dengan proliferasi senjata pemusnahan massal. Contohnya, Korea Utara tidak membekukan aset warga negara mereka yang termonitor terlibat dalam pendanaan senjata pemusnah massal.
PBB rutin mengeluarkan daftar yang memuat individu dan entitas terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal. Artinya, Indonesia pun harus menunaikan tanggung jawab membekukan aset secara langsung jika ada WNI masuk daftar pendana senjata pemusnah massal yang dikeluarkan PBB.
"PPATK bertugas memfasilitasi penyusunan dan pembahasan peraturan itu. Penandatanganan peraturan bersama itu ditargetkan akan dilaksanakan 17 April 2017," ujar Wiranto.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melakukan rapat koordinasi terbatas untuk membahas rencana penerbitan peraturan bersama terkait dengan pencegahan pendanaan senjata pemusnah massal. Rapat berlangsung di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin.
Turut hadir Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, perwakilan Polri, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapaten), dan instansi terkait lainnya.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan saat ini Indonesia belum memiliki aturan mengenai pencegahan pendanaan senjata pemusnah massal. Kebijakan itu berkaitan dengan pemenuhan standar internasional dalam memerangi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme (TPPU/TPPT).
"Kita belum memiliki pengaturan mengenai
freezing without delay bagi negara yang terkena
financial sanctions (sanksi ekonomi) terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal oleh PBB," kata Wiranto.
Karena itu, terang dia, rapat koordinasi terbatas itu menyimpulkan untuk segera menyusun draf peraturan bersama tentang pemblokiran serta-merta terhadap pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Menurutnya, rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) mengharuskan setiap negara untuk melakukan
freezing without delay atau pembekuan terhadap aset orang-orang yang terlibat dalam pendanaan senjata pemusnah massal. Negara yang lalai terhadap pembekuan aset itu dapat dikenai sanksi ekonomi oleh PBB.
Sejak 2006 PBB telah menjatuhkan sanksi ekonomi terkait dengan proliferasi senjata pemusnahan massal. Contohnya, Korea Utara tidak membekukan aset warga negara mereka yang termonitor terlibat dalam pendanaan senjata pemusnah massal.
PBB rutin mengeluarkan daftar yang memuat individu dan entitas terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal. Artinya, Indonesia pun harus menunaikan tanggung jawab membekukan aset secara langsung jika ada WNI masuk daftar pendana senjata pemusnah massal yang dikeluarkan PBB.
"PPATK bertugas memfasilitasi penyusunan dan pembahasan peraturan itu. Penandatanganan peraturan bersama itu ditargetkan akan dilaksanakan 17 April 2017," ujar Wiranto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)