medcom.id, Jakarta: Sidang vonis terhadap terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya memunculkan perbedaan pendapat (dissenting opinion) antara anggota majelis hakim. Dalam perbedaan pendapat itu muncul nama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono dan Raden Pardede.
Beda pendapat dilontarkan anggota Majelis Hakim Anas Mustakim dalam putusan buat Budi Mulya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Anas keheranan dengan dakwaan yang menyebut terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) hingga penetapan bank gagal berdampak sistemik bagi Bank Century. Tapi, kata Anas, dakwaan tak menjelaskan secara rinci dugaan keterlibatan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Presiden Boediono, Mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede.
"Tidak menyebutkan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK, dan Boediono serta Raden Pardede sebagai anggota KSSK adalah ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan merupakan dakwaan main sulap," ujar Anas saat membacakan dissenting opinion di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Terkait hal itu, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyatakan ketiganya tentu bakal diproses dan akan dilaporkan pada pimpinan KPK.
"Kami akan laporkan. Tapi, pertama, pembiaran itu tindak pidana, yang kedua, tindak lanjut bukan kewenangan JPU. Tapi, kami laporkan, tidak dibiarkan saja. Kami laporkan secara tertulis," ujar Jaksa KMS Roni seusai sidang putusan untuk terdakwa Budi Mulya.
Roni mengatakan terlalu dini untuk menjerat Sri Mulyani, Boediono, dan Raden Pardede. Namun, putusan hakim dan dissenting opinion bisa menjadi batu loncatan untuk proses selanjutnya.
"Itu yang saya tak bisa janjikan (tersangka baru). Yang jelas, Alhamdulillah di putusan, pasal 55 sudah jelas. Persoalan tindak lanjut, terlalu dini untuk JPU," tandasnya.
Dalam sidang itu, Majelis Hakim memutuskan Budi Mulya telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut saat menjabat sebagai Deputi Bidang Moneter, Devisa dan KPw Bank Indonesia.
Ia terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan primer.
medcom.id, Jakarta: Sidang vonis terhadap terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya memunculkan perbedaan pendapat (dissenting opinion) antara anggota majelis hakim. Dalam perbedaan pendapat itu muncul nama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono dan Raden Pardede.
Beda pendapat dilontarkan anggota Majelis Hakim Anas Mustakim dalam putusan buat Budi Mulya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Anas keheranan dengan dakwaan yang menyebut terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) hingga penetapan bank gagal berdampak sistemik bagi Bank Century. Tapi, kata Anas, dakwaan tak menjelaskan secara rinci dugaan keterlibatan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Presiden Boediono, Mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede.
"Tidak menyebutkan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK, dan Boediono serta Raden Pardede sebagai anggota KSSK adalah ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan merupakan dakwaan main sulap," ujar Anas saat membacakan dissenting opinion di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Terkait hal itu, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyatakan ketiganya tentu bakal diproses dan akan dilaporkan pada pimpinan KPK.
"Kami akan laporkan. Tapi, pertama, pembiaran itu tindak pidana, yang kedua, tindak lanjut bukan kewenangan JPU. Tapi, kami laporkan, tidak dibiarkan saja. Kami laporkan secara tertulis," ujar Jaksa KMS Roni seusai sidang putusan untuk terdakwa Budi Mulya.
Roni mengatakan terlalu dini untuk menjerat Sri Mulyani, Boediono, dan Raden Pardede. Namun, putusan hakim dan dissenting opinion bisa menjadi batu loncatan untuk proses selanjutnya.
"Itu yang saya tak bisa janjikan (tersangka baru). Yang jelas, Alhamdulillah di putusan, pasal 55 sudah jelas. Persoalan tindak lanjut, terlalu dini untuk JPU," tandasnya.
Dalam sidang itu, Majelis Hakim memutuskan Budi Mulya telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut saat menjabat sebagai Deputi Bidang Moneter, Devisa dan KPw Bank Indonesia.
Ia terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan primer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)