Sidang vonis mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang vonis mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Banding Vonis 4 Tahun Bui, Napoleon: Saya Lebih Baik Mati

Fachri Audhia Hafiez • 10 Maret 2021 16:35
Jakarta: Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte divonis empat tahun penjara serta denda Rp100 juta subsider enam bulan. Dia menyatakan banding atas putusan tersebut.
 
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis bertanya kepada Napoleon apakah menerima putusan tersebut. Dia sejatinya diberi waktu seminggu untuk memutuskan menerima atau tidak.
 
"Saya menolak putusan hakim dan mengajukan banding. Cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu (2020) sampai hari ini. Saya lebih baik mati daripada martabat keluarga dilecehkan seperti ini," kata Napoleon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Maret 2021.

Sementara itu, jaksa menyatakan pikir-pikir. Majelis memberikan waktu selama seminggu untuk jaksa menyampaikan sikapnya.
 
Pada perkara ini Napoleon terbukti menerima suap dari Djoko Soegiarto Tjandra senilai SG$200 ribu dan US$370 ribu. Fulus tersebut diberikan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.
 
Baca: Terima Suap dari Djoko Tjandra, Napoleon Dihukum Empat Tahun Penjara
 
Perbuatan Napoleon disebut dilakukan bersama-sama mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Suap diberikan agar status red notice Djoko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
 
Napoleon memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi. Surat-surat tersebut diberikan kepada pihak imigrasi agar menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.
 
Napoleon dianggap telah membiarkan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia yang mestinya ditangkap Polri. Napoleon juga telah menyalahi jabatannya karena menerima suap. Dia juga telah membuka informasi Interpol yang seharusnya dirahasiakan.
 
Napoleon terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan