Jakarta: Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane berkukuh Irjen Firli Bahuri tak perlu mundur dari Polri setelah dilantik sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dewan Pengawas KPK yang meminta Firli mundur dinilai perlu diperingatkan.
"Anggota dewas itu patut disemprit, tapi tidak perlu diberi kartu kuning," kata Neta kepada Medcom.id, Selasa, 24 Desember 2019.
Menurut Neta, tak ada ketentuan dalam undang-undang yang mewajibkan Firli mundur dari Korps Bhayangkara. Kecuali, keputusan itu datang dari Firli.
Neta menilai wajar bila ada suara yang meminta Firli mundur. Tapi, ia mempermasalahkan bila suara itu datang dari Dewas KPK.
"Sebab hal itu seolah menunjukkan dewas beroposisi dengan pimpinan KPK, khususnya Firli," ungkapnya.
Menurut Neta, dewas seharusnya solid dengan pimpinan KPK, sehingga bisa bersama-sama memberantas korupsi. Dewas tak boleh terkesan berjarak dengan pimpinan agar tak dimanfaatkan pihak tertentu.
"Bagaimana pun kasus ini perlu dievaluasi oleh dewas maupun oleh para pimpinan KPK agar tidak terjadi konflik di kemudian hari di internal KPK," ujarnya.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyarankan pimpinan KPK tak rangkap jabatan. Ini guna menghindari konflik internal dan fokus memberantas korupsi.
"Ya sebaiknya tentu tidak (rangkap jabatan), karena bagaimana pun itu kan soal kesadaran saja sebetulnya," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris di Gedung KPK, Senin, 23 Desember 2019.
Firli masih tercatat aktif sebagai anggota Polri. Setelah dimutasi dari jabatan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam), Firli menjabat Analis Kebijakan Baharkam Polri. Belum ada kabar terkait mundurnya Firli dari jabatan tersebut.
Merujuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, aturan soal rangkap jabatan termuat dalam Pasal 29. Pasal itu memang tak mewajibkan seorang anggota Polri mundur dari kesatuan ketika dilantik menjadi pimpinan KPK. Namun, wajib melepaskan jabatan struktural dan tak boleh lagi aktif menjalankan profesinya selama di Lembaga Antirasuah.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/1bVyzRaN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane berkukuh Irjen Firli Bahuri tak perlu mundur dari Polri setelah dilantik sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dewan Pengawas KPK yang meminta Firli mundur dinilai perlu diperingatkan.
"Anggota dewas itu patut disemprit, tapi tidak perlu diberi kartu kuning," kata Neta kepada
Medcom.id, Selasa, 24 Desember 2019.
Menurut Neta, tak ada ketentuan dalam undang-undang yang mewajibkan Firli mundur dari Korps Bhayangkara. Kecuali, keputusan itu datang dari Firli.
Neta menilai wajar bila ada suara yang meminta Firli mundur. Tapi, ia mempermasalahkan bila suara itu datang dari Dewas KPK.
"Sebab hal itu seolah menunjukkan dewas beroposisi dengan pimpinan KPK, khususnya Firli," ungkapnya.
Menurut Neta, dewas seharusnya solid dengan pimpinan KPK, sehingga bisa bersama-sama memberantas korupsi. Dewas tak boleh terkesan berjarak dengan pimpinan agar tak dimanfaatkan pihak tertentu.
"Bagaimana pun kasus ini perlu dievaluasi oleh dewas maupun oleh para pimpinan KPK agar tidak terjadi konflik di kemudian hari di internal KPK," ujarnya.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyarankan pimpinan KPK tak rangkap jabatan. Ini guna menghindari konflik internal dan fokus memberantas korupsi.
"Ya sebaiknya tentu tidak (rangkap jabatan), karena bagaimana pun itu kan soal kesadaran saja sebetulnya," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris di Gedung KPK, Senin, 23 Desember 2019.
Firli masih tercatat aktif sebagai anggota Polri. Setelah dimutasi dari jabatan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam), Firli menjabat Analis Kebijakan Baharkam Polri. Belum ada kabar terkait mundurnya Firli dari jabatan tersebut.
Merujuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, aturan soal rangkap jabatan termuat dalam Pasal 29. Pasal itu memang tak mewajibkan seorang anggota Polri mundur dari kesatuan ketika dilantik menjadi pimpinan KPK. Namun, wajib melepaskan jabatan struktural dan tak boleh lagi aktif menjalankan profesinya selama di Lembaga Antirasuah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)