Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi di PT ASABRI Dikritik

Candra Yuri Nuralam • 07 Desember 2021 21:09
Jakarta: Kerugian negara dalam kasus korupsi di PT ASABRI dikritik. Perhitungan Rp22,78 triliun dalam kasus itu diyakini bukan kerugian negara.
 
"Dana yang ada di ASABRI bukan keuangan negara," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, saat dihubungi, Selasa, 7 Desember 2021.
 
Huda mengatakan uang Rp22,78 triliun itu merupakan iuran dari anggota TNI dan Polri. Iuran itu diyakininya bukan bagian dari keuangan negara. Negara diyakini tidak merugi dalam kasus ini.

"Kalau kerugian itu harus fix (nyata dan pasti jumlahnya)," ujar Huda.
 
Hakim diminta bijak memberikan putusan dalam kasus itu. Menurut dia, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah salah kaprah sejak awal.
 
"Bermasalah persepsinya (kerugian negara), tidak sesuai teori, tetapi maunya sendiri sebagai penguasa," ucap Huda.
 
Huda juga menilai penanganan kasus itu salah kamar. Dia menilai kasus PT ASABRI masuk ranah pidana umum karena perusahaan itu merupakan jasa asuransi.
 
"Bisa jadi ada pidananya, tapi pidana umum atau pidana di Undang-Undang Asuransi," kata Huda.
 
Sebelumnya, Heru Hidayat dituntut hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Jaksa menilai hukuman itu pantas untuk Heru.
 
"Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 6 Desember 2021.
 
Jaksa menilai hukuman itu pantas karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Heru dihukum penjara seumur hidup karena kerugian negaranya lebih dari Rp16 triliun.
 
Baca: Tuntutan Hukuman Mati Disebut Permainan Psikologis
 
Lalu, hukuman itu pantas diberikan ke Heru karena tindakan korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa. Dia juga tidak mendukung pemerintah dalam membuat penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
 
Dalam kasusnya, jaksa menilai tidak ada tindakan yang bisa meringankan hukuman Heru. Beberapa hal meringankan yang ada di persidangan ditolak jaksa.
 
Dalam kasus ini, Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Lalu, dia juga disangkakan melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan