Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertajam soal arahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait program hunian Down Payment (DP) Rp0. Hal itu dikonfirmasi ke mantan Kepala Badan Pembinaan (BP) BUMD DKI Jakarta Yurianto.
"Apakah saat itu kaitannya disebutkan oleh Pak Anies bahwa nanti akan ada penyertaan modal daerah (PMD) untuk pelaksanaan eksekusi?" kata JPU KPK Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Oktober 2021.
Yurianto mengaku lupa. Dia hanya mengingat bahwa program andalan Anies itu harus bersih dari masalah.
"Memang di BUMD-nya disampaikan diarahkan bahwa BUMD ini dalam melaksanakan program DP Rp0 harus betul-betul baik, dalam artian jangan hanya bagus di atas kertas, tapi dalam pelaksanaannya ada masalah di sana," ujar Yurianto.
Lalu, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Yurianto ketika di KPK terkait arahan Anies untuk merealisasikan hunian DP Rp0. Menurut jaksa, jawaban Yurianto pada BAP itu menyebutkan bahwa Anies memberikan arahan ke Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman terkait dengan kebijakan hunian DP Rp0 dengan melibatkan instansi terkait.
Instansi itu meliputi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), asisten perekonomian, asisten pembangunan dan lingkungan hidup, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), inspektorat, dan Sekretaris Daerah. Kemudian, Anies disebut memberikan pendanaan berupa PMD kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Namun, Yurianto lagi-lagi mengaku lupa detail terkait hal itu. Padahal, keterangan itu sesuai dengan BAP ketika dia diperiksa oleh penyidik KPK.
"Arahan dari Gubernur itu (untuk) memberikan pendanaan penyertaan modal daerah ke Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Karena prosesnya itu sebetulnya dari bawah, kami memproses," ucap Yurianto.
Jaksa kembali menegaskan apakah Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai BUMD yang berhak mengusulkan program DP Rp0. Selain itu, dipertanyakan soal pendanaan untuk program itu juga hanya melalui Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Iya betul (usulan dan pendanaan ke Perumda Pembangunan Sarana Jaya)," ujar Yurianto.
Dia dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Dia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Baca: Proposal Program Hunian DP Rp0 Awalnya Diajukan Rp5,5 Triliun
Yoory didakwa merugikan keuangan negara Rp152 miliar. Kerugian terkait korupsi pengadaan tanah di Munjul.
Mantan anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu diduga telah memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi. Pihak yang diperkaya adalah Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene dan pemilik PT Adonara Propertindo Rudi Hartono Iskandar.
Yoory didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertajam soal arahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait
program hunian Down Payment (DP) Rp0. Hal itu dikonfirmasi ke mantan Kepala Badan Pembinaan (BP) BUMD DKI Jakarta Yurianto.
"Apakah saat itu kaitannya disebutkan oleh Pak Anies bahwa nanti akan ada penyertaan modal daerah (PMD) untuk pelaksanaan eksekusi?" kata JPU KPK Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Oktober 2021.
Yurianto mengaku lupa. Dia hanya mengingat bahwa program andalan Anies itu harus bersih dari masalah.
"Memang di BUMD-nya disampaikan diarahkan bahwa BUMD ini dalam melaksanakan program DP Rp0 harus betul-betul baik, dalam artian jangan hanya bagus di atas kertas, tapi dalam pelaksanaannya ada masalah di sana," ujar Yurianto.
Lalu, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Yurianto ketika di KPK terkait arahan Anies untuk merealisasikan hunian DP Rp0. Menurut jaksa, jawaban Yurianto pada BAP itu menyebutkan bahwa Anies memberikan arahan ke Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman terkait dengan kebijakan hunian DP Rp0 dengan melibatkan instansi terkait.
Instansi itu meliputi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), asisten perekonomian, asisten pembangunan dan lingkungan hidup, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), inspektorat, dan Sekretaris Daerah. Kemudian, Anies disebut memberikan pendanaan berupa PMD kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Namun, Yurianto lagi-lagi mengaku lupa detail terkait hal itu. Padahal, keterangan itu sesuai dengan BAP ketika dia diperiksa oleh penyidik KPK.
"Arahan dari Gubernur itu (untuk) memberikan pendanaan penyertaan modal daerah ke Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Karena prosesnya itu sebetulnya dari bawah, kami memproses," ucap Yurianto.
Jaksa kembali menegaskan apakah Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai BUMD yang berhak mengusulkan program DP Rp0. Selain itu, dipertanyakan soal pendanaan untuk program itu juga hanya melalui Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Iya betul (usulan dan pendanaan ke Perumda Pembangunan Sarana Jaya)," ujar Yurianto.
Dia dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Dia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Baca:
Proposal Program Hunian DP Rp0 Awalnya Diajukan Rp5,5 Triliun
Yoory didakwa merugikan keuangan negara Rp152 miliar. Kerugian terkait korupsi pengadaan tanah di Munjul.
Mantan anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu diduga telah memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi. Pihak yang diperkaya adalah Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene dan pemilik PT Adonara Propertindo Rudi Hartono Iskandar.
Yoory didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)