Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepala daerah tidak melakukan jual beli jabatan di wilayahnya masing-masing. Kasus jual beli jabatan Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari diminta menjadi yang terakhir.
"KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan tujuh bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan Probolinggo," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 September 2021.
Lembaga Antikorupsi miris dengan kepala daerah yang berani melakukan hal tersebut. Pasalnya, uang yang diterima tidak sebanding dengan kepercayaan masyarakat.
"KPK mengingatkan para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahannya," ujar Ipi.
Jual beli jabatan bisa membuat profesionalitas ASN tergerus. Jual beli jabatan juga bisa mengikis integritas ASN di daerah.
Baca: Eks Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Didakwa Jual Beli Jabatan
"Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola sumber daya manusia (SDM) yang akuntabel dan bebas kepentingan," tutur Ipi.
KPK yakin pejabat yang mendapatkan kursi dengan cara menyuap akan mencoba mengembalikan modal saat berkuasa. Dengan begitu, korupsi tak akan hilang di Indonesia.
Lembaga Antikorupsi meminta kepala daerah bijak bertindak. Kepala daerah diminta tegas menolak sistem jual beli jabatan meskipun ada posisi kosong.
"Tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi," tegas Ipi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) meminta kepala daerah tidak melakukan
jual beli jabatan di wilayahnya masing-masing. Kasus jual beli jabatan Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari diminta menjadi yang terakhir.
"KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan tujuh bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan Probolinggo," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 September 2021.
Lembaga Antikorupsi miris dengan kepala daerah yang berani melakukan hal tersebut. Pasalnya, uang yang diterima tidak sebanding dengan kepercayaan masyarakat.
"KPK mengingatkan para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi aparatur sipil negara (
ASN) di lingkungan pemerintahannya," ujar Ipi.
Jual beli jabatan bisa membuat profesionalitas ASN tergerus. Jual beli jabatan juga bisa mengikis integritas ASN di daerah.
Baca:
Eks Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Didakwa Jual Beli Jabatan
"Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola sumber daya manusia (SDM) yang akuntabel dan bebas kepentingan," tutur Ipi.
KPK yakin pejabat yang mendapatkan kursi dengan cara menyuap akan mencoba mengembalikan modal saat berkuasa. Dengan begitu, korupsi tak akan hilang di Indonesia.
Lembaga Antikorupsi meminta kepala daerah bijak bertindak. Kepala daerah diminta tegas menolak sistem jual beli jabatan meskipun ada posisi kosong.
"Tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi," tegas Ipi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)