Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (EDM), Ignasius Jonan, tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jonan tidak bisa hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi Dirjen Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono (ATB) dengan melampirkan surat permintaan jadwal ulang pemeriksaan.
"Tadi dia menyampaikan surat bahwa yang bersangkutan pada hari ini tidak bisa hadir dan akan dijadwalkan ulang," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin 4 November 2017.
Priharsa mengungkapkan, dalam surat itu, Jonan tidak bisa hadir karena sedang menerima kunjungan dari Menteri Energi dan Irigasi Ethiophia. Dengan alasan itu, Jonan pun meminta pemeriksaannya dijadwal ulang. "Jadinya pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dijadwalkan ulang," ujar dia.
Priharsa mengatakan, keterangan Jonan dibutuhkan dalam proses penyidikan suap dan gratifikasi di Kementerian Perhubungan. Jonan, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan disinyalir mengetahui banyak sepak terjang Tonny dalam kepengurusan sejumlah proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla).
"Penyidik menganggap bahwa Pak Jonan memiliki informasi-informasi yang dibutuhkan untuk pendalaman di proses penyidikan ini," pungkas Priharsa.
KPK sendiri sudah mengantongi sejumlah nama yang diduga sebagai pemberi suap dan gratifikasi kepada Tonny. Keterlibatan pihak-pihak itu tengah didalami penyidik melalui pemeriksaan marathon terhadap sejumlah saksi.
KPK sebelumnya menetapkan Tonny dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK) sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.
Tonny selaku penerima suap, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sementara, Adiputra, selaku pemberi suap, disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (EDM), Ignasius Jonan, tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jonan tidak bisa hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi Dirjen Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono (ATB) dengan melampirkan surat permintaan jadwal ulang pemeriksaan.
"Tadi dia menyampaikan surat bahwa yang bersangkutan pada hari ini tidak bisa hadir dan akan dijadwalkan ulang," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin 4 November 2017.
Priharsa mengungkapkan, dalam surat itu, Jonan tidak bisa hadir karena sedang menerima kunjungan dari Menteri Energi dan Irigasi Ethiophia. Dengan alasan itu, Jonan pun meminta pemeriksaannya dijadwal ulang. "Jadinya pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dijadwalkan ulang," ujar dia.
Priharsa mengatakan, keterangan Jonan dibutuhkan dalam proses penyidikan suap dan gratifikasi di Kementerian Perhubungan. Jonan, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan disinyalir mengetahui banyak sepak terjang Tonny dalam kepengurusan sejumlah proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla).
"Penyidik menganggap bahwa Pak Jonan memiliki informasi-informasi yang dibutuhkan untuk pendalaman di proses penyidikan ini," pungkas Priharsa.
KPK sendiri sudah mengantongi sejumlah nama yang diduga sebagai pemberi suap dan gratifikasi kepada Tonny. Keterlibatan pihak-pihak itu tengah didalami penyidik melalui pemeriksaan marathon terhadap sejumlah saksi.
KPK sebelumnya menetapkan Tonny dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK) sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.
Tonny selaku penerima suap, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sementara, Adiputra, selaku pemberi suap, disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)