medcom.id, Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati menyebut, hukuman mati tidak membuktikan timbulnya efek jera. Pasca eksekusi mati gelombang II pada 29 April 2015, tingkat pengguna narkotika malah meningkat.
"Data BNN (Badan Narkotika Nasional) Juni-November 2015, beberapa bulan setelah eksekusi gelombang II, menunjukkan ada 1,7 juta pengguna narkoba baru," kata Peneliti Human Rights & International Affairs Scholar - (FIHRRST) Yudha Akbar di Kantor Imparsial, Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, Rabu (11/5/2016).
Selain itu, data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukkan adanya peningkatan terpidana kasus narkotika meski eksekusi mati terus berjalan. Pada Mei 2015, jumlah terpidana narkotika sebanyak 67.808 orang, sebelumnya 67.541 di bulan April. Kemudian, pada bulan Juni meningkat lagi menjadi 68.746 terpidana.
"Jadi tidak ada efek jera dalam siklus laporan Ditjen PAS, tetap naik," ujar Koordinator Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Totok Yuliyanto.
Totok mengatakan, pemerintah semestinya melihat kejahatan narkotika ini dari sudut pandang korban, misal bagaimana korban diberikan fasilitas rehabilitasi yang memadai. "Dibanding memberi hukuman mati yang tidak memiliki dampak menanggulangi permasalahan narkotika," ujar Totok.
Senada dengan pernyataan keduanya, Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman mengungkapkan, belum ada bukti empiris yang menunjukkan hukuman mati bisa menurunkan peredaran narkotika.
"Ini suatu temuan yang masyarakat perlu dalami, karena itu masyarakat diberi kesempatan untuk menentukan hukuman apa yang layak untuk menimbulkan efek jera," ungkap Marzuki.
medcom.id, Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati menyebut, hukuman mati tidak membuktikan timbulnya efek jera. Pasca eksekusi mati gelombang II pada 29 April 2015, tingkat pengguna narkotika malah meningkat.
"Data BNN (Badan Narkotika Nasional) Juni-November 2015, beberapa bulan setelah eksekusi gelombang II, menunjukkan ada 1,7 juta pengguna narkoba baru," kata Peneliti Human Rights & International Affairs Scholar - (FIHRRST) Yudha Akbar di Kantor Imparsial, Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, Rabu (11/5/2016).
Selain itu, data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukkan adanya peningkatan terpidana kasus narkotika meski eksekusi mati terus berjalan. Pada Mei 2015, jumlah terpidana narkotika sebanyak 67.808 orang, sebelumnya 67.541 di bulan April. Kemudian, pada bulan Juni meningkat lagi menjadi 68.746 terpidana.
"Jadi tidak ada efek jera dalam siklus laporan Ditjen PAS, tetap naik," ujar Koordinator Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Totok Yuliyanto.
Totok mengatakan, pemerintah semestinya melihat kejahatan narkotika ini dari sudut pandang korban, misal bagaimana korban diberikan fasilitas rehabilitasi yang memadai. "Dibanding memberi hukuman mati yang tidak memiliki dampak menanggulangi permasalahan narkotika," ujar Totok.
Senada dengan pernyataan keduanya, Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman mengungkapkan, belum ada bukti empiris yang menunjukkan hukuman mati bisa menurunkan peredaran narkotika.
"Ini suatu temuan yang masyarakat perlu dalami, karena itu masyarakat diberi kesempatan untuk menentukan hukuman apa yang layak untuk menimbulkan efek jera," ungkap Marzuki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)