Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kurang yakin penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan SAR Nasional (Basarnas) secara koneksitas dengan TNI bisa dilakukan dengan cepat. Sebab, hingga kini belum ada kesepakatan yang dibangun.
"Itu tentu perlu dibicarakan ya, mungkin tidak untuk perkara ini (suap di Basarnas). Karena kita belum ada MoU atau PKS (perjanjian kerja sama) dengan Puspom (Pusat Polisi Militer) TNI," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2023.
Alex menjelaskan koneksitas bisa cepat terealisasi jika pihak TNI membuka pintu. Selain itu, perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa langsung membuat penanganan kasus bersama itu terjadi.
"Kecuali (bisa mudah terjadi koneksitas) dari pihak Puspom TNI legowo, itu tentu perkara ditangani secara koneksitas, atau ada perintah dari Presiden selaku Panglima tertinggi supaya perkara ditangani secara koneksitas," ucap Alex.
Meski begitu, Alex meminta masyarakat tidak menyepelekan penanganan perkara di KPK maupun di TNI. Sebab, dua penegak hukum itu sama-sama bertujuan menangani kasusnya sampai kelar.
Masyarakat diharap terus memasang mata terkait penanganan perkara itu. KPK yakin pihak TNI tidak akan bermain di belakang karena kasus yang ditangani ini mendapatkan perhatian publik.
"Nanti bisa teman-teman melakukan monitoring penanganan perkara tersebut di TNI, dan kami sangat menghargai integritas yang bersangkutan, Mabes TNI dengan menangani perkara tindak pidana anggota TNI," ujar Alex.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) kurang yakin penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan SAR Nasional (
Basarnas) secara koneksitas dengan
TNI bisa dilakukan dengan cepat. Sebab, hingga kini belum ada kesepakatan yang dibangun.
"Itu tentu perlu dibicarakan ya, mungkin tidak untuk perkara ini (suap di Basarnas). Karena kita belum ada MoU atau PKS (perjanjian kerja sama) dengan Puspom (Pusat Polisi Militer) TNI," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2023.
Alex menjelaskan koneksitas bisa cepat terealisasi jika pihak TNI membuka pintu. Selain itu, perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa langsung membuat penanganan kasus bersama itu terjadi.
"Kecuali (bisa mudah terjadi koneksitas) dari pihak Puspom TNI legowo, itu tentu perkara ditangani secara koneksitas, atau ada perintah dari Presiden selaku Panglima tertinggi supaya perkara ditangani secara koneksitas," ucap Alex.
Meski begitu, Alex meminta masyarakat tidak menyepelekan penanganan perkara di KPK maupun di TNI. Sebab, dua penegak hukum itu sama-sama bertujuan menangani kasusnya sampai kelar.
Masyarakat diharap terus memasang mata terkait penanganan perkara itu. KPK yakin pihak TNI tidak akan bermain di belakang karena kasus yang ditangani ini mendapatkan perhatian publik.
"Nanti bisa teman-teman melakukan monitoring penanganan perkara tersebut di TNI, dan kami sangat menghargai integritas yang bersangkutan, Mabes TNI dengan menangani perkara tindak pidana anggota TNI," ujar Alex.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan
public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan
fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)