Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. MI/Adam Dwi
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. MI/Adam Dwi

Kasus Korupsi Kabasarnas, Ray Rangkuti: TNI Korupsi Harus Disanksi 2 Kali Lipat

MetroTV • 30 Juli 2023 20:46
Jakarta: Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti meminta Kabasarnas Marsdya Henri Alfianto, dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang terlibat dugaan suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa harus dihukum dua kali lebih berat dari yang termaktub dalam undang-undang.
 
Menurutnya, korupsi yang dilakukan oleh seorang anggota militer aktif ini sangat bertentangan dengan doktrin TNI sebagai penjaga pertahanan negara. Sementara kenyataan yang dilakukan oleh pejabat tinggi di Basarnas ini sangat mengancam ketahanan negara, terlebih korupsi yang dilakukan menyangkut kebencanaan, salah satunya alat pencari korban di reruntuhan.
 
"Menurut saya sanksinya enggak cukup sesuai dengan undang-undang yang umum berlaku. Harus ada pemberatan, kalau bisa dua kali lipat dari sanksi yang dianut oleh undang-undang," tegas Ray dalam dalam diskusi 'Kasus Korupsi di Basarnas dan Urgensi Reformasi Peradilan Militer' di Jakarta, Minggu, 30 Juli 2023.

Ray juga menyindir bagaimana Mabes TNI seharusnya bersikap lebih tegas ketika anggotanya diduga terlibat korupsi, bukannya seolah-olah pasang badan dan terkesan melindungi dengan mempersoalkan legal formal prosedur oleh KPK yang menetapkan Jenderal Bintang Tiga Henri Alfianto sebagai tersangka padahal masih berstatus aktif anggota TNI. Sebab hal itu justru dinilainya menimbulkan sentimen antara sipil dan militer.
 
"Mestinya kalau soal militer yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, militernya yang harus tampil ke depan duluan. Enggak boleh seolah-olah melindunginya dengan mempertanyakan prosedur-prosedur legal formal yang itu debatable, kecuali benar-benar salah," kata Ray.
 
"Padahal semangat kita semangat bagaimana membangun irama yang harmonis antara militer dengan masyarakat sipil. Apalagi tindak pidana korupsi, mestinya TNI dalam hal ini Danpuspom ya, menyatakan 'tidak bisa memaafkan tindakan pidana korupsi yang dilakukan oleh militer'. Pernyataan ini dulu yang mesti keluar. Baru prosedurnya yang dibahas kemudian," imbuh Ray.
 
Baca juga: Pimpinan KPK Dinilai Amatir dalam Kasus Korupsi di Basarnas

 
Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa. Pada saat Afri terjaring OTT, penyidik KPK menemukan uang Rp999,7 juta. Selain itu keduanya juga diduga menerima suap senilai Rp4,1 miliar.
 
Suap tersebut diduga untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17, 4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
 
Tersangka pemberi suap tiga orang petinggi perusahaan, yaitu Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.
 
Namun belakangan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak blunder dan meruntuhkan marwah KPK dengan menyampaikan permohonan maaf. Permohonan maaf ini disampaikan usai KPK didatangi Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung dan rombongan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat, 28 Juli lalu.
 
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ujar Tanak. (Andre Septian Yusup)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan