medcom.id, Jakarta: Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto sempat menyebut analisis aliran duit Saracen tertuju ke pihak yang dikenal publik. Namun, penyidik enggan mengungkap identitas lengkapnya.
"Nanti bisa kabur," kata Kepala Unit V Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Purnomo di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, saat FGD Dialog Polri 'Dagangan ala Lapak Saracen', Rabu 20 September 2017.
Menurutnya, penyidik masih mencari nama-nama yang dimaksud dalam laporan hasil analisis (LHA) aliran duit ke Saracen. Meskipun kepolisian mengetahui pihak yang diduga memberikan duit ke Saracen, dia tak akan langsung menangkap mereka.
"Kita harus cari tahu dulu perannya apa," ujarnya.
Sebelum menciduk, penyidik akan terlebih dulu mencari tahu kejahatan jenis apa yang dilakukan hingga akhirnya mengunggah konten berisi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Kalau ternyata yang disebut di medsos biasa saja, kita tak bisa melakukan upaya paksa," kata dia.
Nama organisasi Saracen mulai jadi perhatian publik setelah tiga pengurusnya yakni MTF, SRN dan JAS dicokok tim Siber Bareskrim Polri. Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Kelompok Saracen mulai eksis menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA sejak November 2015. Mereka menyebarkan isu SARA melalui grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan grup lain yang menarik minat warganet.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan memasang berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung permintaan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah. Hingga saat ini, akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen lebih dari 800.000 akun.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/gNQlQ0OK" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto sempat menyebut analisis aliran duit Saracen tertuju ke pihak yang dikenal publik. Namun, penyidik enggan mengungkap identitas lengkapnya.
"Nanti bisa kabur," kata Kepala Unit V Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Purnomo di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, saat FGD Dialog Polri 'Dagangan ala Lapak Saracen', Rabu 20 September 2017.
Menurutnya, penyidik masih mencari nama-nama yang dimaksud dalam laporan hasil analisis (LHA) aliran duit ke Saracen. Meskipun kepolisian mengetahui pihak yang diduga memberikan duit ke Saracen, dia tak akan langsung menangkap mereka.
"Kita harus cari tahu dulu perannya apa," ujarnya.
Sebelum menciduk, penyidik akan terlebih dulu mencari tahu kejahatan jenis apa yang dilakukan hingga akhirnya mengunggah konten berisi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Kalau ternyata yang disebut di medsos biasa saja, kita tak bisa melakukan upaya paksa," kata dia.
Nama organisasi Saracen mulai jadi perhatian publik setelah tiga pengurusnya yakni MTF, SRN dan JAS dicokok tim Siber Bareskrim Polri. Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Kelompok Saracen mulai eksis menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA sejak November 2015. Mereka menyebarkan isu SARA melalui grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan grup lain yang menarik minat warganet.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan memasang berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung permintaan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah. Hingga saat ini, akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen lebih dari 800.000 akun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)