medcom.id, Jakarta: Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200juta. Majelis hakim menilai Atut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara besama-sama terkait penyuapan pada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam pengurusan Pilkada Lebak, Banten.
"Menjatuhkan hukuman pidana pada Ratu Atut Chosiyah pidana penjara empat tahun denda Rp200 juta apabila tidak dapat mengganti maka diganti pidana penjara lima bulan," kata Ketua Hakim Pengadilan Tipikor Matheus Samiaji di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/9/2014).
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa: hukuman penjara 10 tahun. Hakim menilai Atut terbukti menyetujui pemberian uang Rp1 milar pada Akil melalui adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, untuk diserahkan pada advokat Susi Tur Andayani. Pemberian uang ini bermula ketika pasangan Iti Jayabaya dan Ade Sumarni terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak.
Amir Hamzah dan Kasmin yang didukung Partai Golkar saat itu, termasuk Atut, berniat mengajukan gugatan ke MK karena dinilai ada kecurangan. Saat itu lantas dilakukan pertemuan. Beberapa hari kemudian, Atut memanggil Amir dan Kasmin ke pondoknya menanyakan terkait pengajuan perkara. Di situ keduanya mengenalkan advokat Susi Tur Andayani yang bakal mengurus perkara di MK.
Tak hanya sampai di situ, Atut yang saat itu pergi ke Singapura, kata Hakim, tidak sengaja bertemu Akil di tempat mengambil barang dan pos imigrasi. Di situ Atut kemudian meminta bantuan dan menanyakan terkait Pilkada Serang, Tangerang, dan Banten. Pertemuan itu berlanjut ke lobi hotel JW Marriot Singapura. Di tempat ini Atut kembali menanyakan terkait pilkada ulang di tiga daerah itu.
Tak hanya menghubungi Akil, Atut juga menghubungi Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Herman untuk menanyakan terkait Pilkada ulang. Saat akan mendekat tanggal putusan, Wawan menghubungi Atut dan menanyakan terkait uang yang diminta Akil melalui Susi untuk pemulusan perkara. Meskipun dalam panggilan telepon Atut seperti tidak mengerti pernyataan Wawan, namun majelis menilai Atut mengetahui terkait gugatan yang akan diajukan ke MK.
"Terdakwa mengetahui permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi juga ikut meminta bantuan, terdakwa sadar akan ada imbalan dan ucapan terima kasih terkait itu, sehingga unsur memberi terpenuhi," jelas hakim.
Atut terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
Menurut hakim, yang memberatkan hukum Atut karena yang bersangkutan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara ia diringankan karena sopan, belum pernah dihukum dan seorang ibu yang memiliki anak-anak dan cucu yang memerlukan tauladan seorang ibu.
Dalam putusan ini, hakim anggota empat, Alexander Marwata, tidak sependapat dengan empat hakim lain dan melakukan dissenting opinion.
Atut sendiri menyatakan pikir-pikir bakal melakukan banding, "Saya pikir-pikir yang mulia," kata Atut.
medcom.id, Jakarta: Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200juta. Majelis hakim menilai Atut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara besama-sama terkait penyuapan pada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam pengurusan Pilkada Lebak, Banten.
"Menjatuhkan hukuman pidana pada Ratu Atut Chosiyah pidana penjara empat tahun denda Rp200 juta apabila tidak dapat mengganti maka diganti pidana penjara lima bulan," kata Ketua Hakim Pengadilan Tipikor Matheus Samiaji di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/9/2014).
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa: hukuman penjara 10 tahun. Hakim menilai Atut terbukti menyetujui pemberian uang Rp1 milar pada Akil melalui adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, untuk diserahkan pada advokat Susi Tur Andayani. Pemberian uang ini bermula ketika pasangan Iti Jayabaya dan Ade Sumarni terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak.
Amir Hamzah dan Kasmin yang didukung Partai Golkar saat itu, termasuk Atut, berniat mengajukan gugatan ke MK karena dinilai ada kecurangan. Saat itu lantas dilakukan pertemuan. Beberapa hari kemudian, Atut memanggil Amir dan Kasmin ke pondoknya menanyakan terkait pengajuan perkara. Di situ keduanya mengenalkan advokat Susi Tur Andayani yang bakal mengurus perkara di MK.
Tak hanya sampai di situ, Atut yang saat itu pergi ke Singapura, kata Hakim, tidak sengaja bertemu Akil di tempat mengambil barang dan pos imigrasi. Di situ Atut kemudian meminta bantuan dan menanyakan terkait Pilkada Serang, Tangerang, dan Banten. Pertemuan itu berlanjut ke lobi hotel JW Marriot Singapura. Di tempat ini Atut kembali menanyakan terkait pilkada ulang di tiga daerah itu.
Tak hanya menghubungi Akil, Atut juga menghubungi Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Herman untuk menanyakan terkait Pilkada ulang. Saat akan mendekat tanggal putusan, Wawan menghubungi Atut dan menanyakan terkait uang yang diminta Akil melalui Susi untuk pemulusan perkara. Meskipun dalam panggilan telepon Atut seperti tidak mengerti pernyataan Wawan, namun majelis menilai Atut mengetahui terkait gugatan yang akan diajukan ke MK.
"Terdakwa mengetahui permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi juga ikut meminta bantuan, terdakwa sadar akan ada imbalan dan ucapan terima kasih terkait itu, sehingga unsur memberi terpenuhi," jelas hakim.
Atut terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
Menurut hakim, yang memberatkan hukum Atut karena yang bersangkutan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara ia diringankan karena sopan, belum pernah dihukum dan seorang ibu yang memiliki anak-anak dan cucu yang memerlukan tauladan seorang ibu.
Dalam putusan ini, hakim anggota empat, Alexander Marwata, tidak sependapat dengan empat hakim lain dan melakukan dissenting opinion.
Atut sendiri menyatakan pikir-pikir bakal melakukan banding, "Saya pikir-pikir yang mulia," kata Atut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)