Donor Darah Bikin Koruptor Dapat Remisi, KPK: Tidak Logis
Candra Yuri Nuralam • 16 September 2022 02:48
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemberian remisi untuk koruptor tidak disamakan dengan narapidana kasus lain. Pemotongan masa tahanan untuk narapidana kasus korupsi diharapkan tidak diberikan hanya karena melakukan donor darah atau belajar membatik.
"Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di lapas (lembaga pemasyarakatan) saja. Apalagi kemudian misalnya dianggap sudah memiliki kontribusi bagi negara dan kemanusiaan ketika sudah donor darah, kemudian pandai membatik, dan lain-lain," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 September 2022.
Ghufron berharap pihak lapas tidak hanya memberikan remisi dari penilaian perilaku narapidana korupsi di dalam tahanan. Menurut dia, proses pendalaman kasus para koruptor seharusnya juga menjadi pertimbangan.
"KPK ingin dan berharap pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu juga harus mengapresiasi dan memperhatikan bagaimana perilaku pada saat penyelidikan, penyidikan, bahkan disidang," ujar Ghufron.
Ghufron menilai pemberian remisi kepada koruptor hanya karena donor darah maupun belajar membatik sangat tidak adil. Sakit hati masyarakat diyakini tidak akan terobati jika narapidana kasus korupsi bisa mendapatkan potongan masa tahanan lantaran dua hal itu.
"Mereka-mereka tersangka (narapidana) korupsi itu merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak," tutur Ghufron.
Ghufron meminta pemberian remisi untuk narapidana kasus korupsi disesuaikan dengan Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan. Beleid itu menyebutkan pemberian remisi harus bersifat proporsional.
Menurut dia, proporsional yang dimaksudkan, yakni disesuaikan dengan ulah para narapidana sebelum dipenjara. Kesengsaraan masyarakat karena tindakan koruptif yang dilakukan narapidana diharapkan menjadi penilaian untuk pemberian remisi.
"Harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia, rakyat banyak, dengan kemudian pembinaan yang masanya mohon maaf kadang hanya masanya empat tahun sudah dianggap kemudian terpulihkan," ucap Ghufron.
Proporsionalitas dalam pemberian remisi juga diharapkan terbuka. Pihak lapas diharapkan memberikan penjelasan terkait penilaian terhadap perilaku narapidana setelah diberikan remisi.
"Kami berharap ada proporsionalitas dan ada keterbukaan. Karena proses peradilan pidana itu terbuka, di sidang semuanya terbuka. Kok kemudian proses pemberian remisi dan pembebasan bersyaratnya kita tidak tahu, tiba-tiba sudah bebas," kata Ghufron.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemberian remisi untuk koruptor tidak disamakan dengan narapidana kasus lain. Pemotongan masa tahanan untuk narapidana kasus korupsi diharapkan tidak diberikan hanya karena melakukan donor darah atau belajar membatik.
"Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di lapas (lembaga pemasyarakatan) saja. Apalagi kemudian misalnya dianggap sudah memiliki kontribusi bagi negara dan kemanusiaan ketika sudah donor darah, kemudian pandai membatik, dan lain-lain," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 September 2022.
Ghufron berharap pihak lapas tidak hanya memberikan remisi dari penilaian perilaku narapidana korupsi di dalam tahanan. Menurut dia, proses pendalaman kasus para koruptor seharusnya juga menjadi pertimbangan.
"KPK ingin dan berharap pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu juga harus mengapresiasi dan memperhatikan bagaimana perilaku pada saat penyelidikan, penyidikan, bahkan disidang," ujar Ghufron.
Ghufron menilai pemberian remisi kepada koruptor hanya karena donor darah maupun belajar membatik sangat tidak adil. Sakit hati masyarakat diyakini tidak akan terobati jika narapidana kasus korupsi bisa mendapatkan potongan masa tahanan lantaran dua hal itu.
"Mereka-mereka tersangka (narapidana) korupsi itu merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak," tutur Ghufron.
Ghufron meminta pemberian remisi untuk narapidana kasus korupsi disesuaikan dengan Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan. Beleid itu menyebutkan pemberian remisi harus bersifat proporsional.
Menurut dia, proporsional yang dimaksudkan, yakni disesuaikan dengan ulah para narapidana sebelum dipenjara. Kesengsaraan masyarakat karena tindakan koruptif yang dilakukan narapidana diharapkan menjadi penilaian untuk pemberian remisi.
"Harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia, rakyat banyak, dengan kemudian pembinaan yang masanya mohon maaf kadang hanya masanya empat tahun sudah dianggap kemudian terpulihkan," ucap Ghufron.
Proporsionalitas dalam pemberian remisi juga diharapkan terbuka. Pihak lapas diharapkan memberikan penjelasan terkait penilaian terhadap perilaku narapidana setelah diberikan remisi.
"Kami berharap ada proporsionalitas dan ada keterbukaan. Karena proses peradilan pidana itu terbuka, di sidang semuanya terbuka. Kok kemudian proses pemberian remisi dan pembebasan bersyaratnya kita tidak tahu, tiba-tiba sudah bebas," kata Ghufron. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)