medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut suap yang diberikan Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho buat sejumlah anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2009-2014 tergolong masif. Hal ini dilihat dari jumlah dana yang diberikan dan pelaku yang terlibat.
"Ini banyak sekali dan masif, dilihat dari jumlah pelaku, jumlah dana," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji dalam konfrensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2015).
Kendati menyebut masif, Plt Pimpinan KPK Johan Budi SP belum mau menyebut jumlah uang yang diberikan Gatot maupun yang diterima anggota DPRD Sumut. "Ini sedang kami dalami proses penyelidikan dan tidak bisa menyampaikan detil," ujar Johan.
Namun, Indriyanto tak menampik alasan kasus ini menjadi masif lantaran uang yang diterima tak hanya sekali. Anggota DPRD beberapa kali menerima duit suap dari Gatot. "Ada beberapa kali, bukan dilihat tahunnya saja bisa di bulan sama tapi beberapa kali pemberian," beber Indri.
Gatot baru saja ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemberian uang terkait persetujuan pertanggung jawaban anggaran 2009-2014, persetujuan APBD 2013-2014, pengesahan APBD 2013-2014, pengesahan APBD 2014-2015, penggunaan atau penolakan hak interpelasi anggota DPRD 2015.
Gatot disangkakan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Selain Gatot, KPK juga menetapkan tiga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 menjadi tersangka penerima suap. "Diduga sebagai penerima adalah SB (Saleh Bangun), ketua DPRD Prov Sumut 2009-2014, CHR (Chaidir Ritonga), wakil ketua DPRD Sumut 2009-2014, AJS (Ajib Shah), anggota DPRD Sumut 2009-2014," ujar Johan.
Johan mengatakan ketiganya diduga menerima duit terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumut 2012, persetujuan perubahan APBD TA 2013, pegesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015, persetujuan pertanggungjawaban 2014, dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD 2015.
Ketiganya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penyidik KPK juga menetapkan dua tersangka lain sebagai penerima. Mereka adalah Kamaludin Harahap, wakil ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, dan Sigit Pramono Asri, wakil ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014.
Kamaludin dan Sigit diduga menerima duit dari Gatot terkait Persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran 2012, persetujuan perubahan APBD 2013, pengesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015.
Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut suap yang diberikan Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho buat sejumlah anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2009-2014 tergolong masif. Hal ini dilihat dari jumlah dana yang diberikan dan pelaku yang terlibat.
"Ini banyak sekali dan masif, dilihat dari jumlah pelaku, jumlah dana," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji dalam konfrensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2015).
Kendati menyebut masif, Plt Pimpinan KPK Johan Budi SP belum mau menyebut jumlah uang yang diberikan Gatot maupun yang diterima anggota DPRD Sumut. "Ini sedang kami dalami proses penyelidikan dan tidak bisa menyampaikan detil," ujar Johan.
Namun, Indriyanto tak menampik alasan kasus ini menjadi masif lantaran uang yang diterima tak hanya sekali. Anggota DPRD beberapa kali menerima duit suap dari Gatot. "Ada beberapa kali, bukan dilihat tahunnya saja bisa di bulan sama tapi beberapa kali pemberian," beber Indri.
Gatot baru saja ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemberian uang terkait persetujuan pertanggung jawaban anggaran 2009-2014, persetujuan APBD 2013-2014, pengesahan APBD 2013-2014, pengesahan APBD 2014-2015, penggunaan atau penolakan hak interpelasi anggota DPRD 2015.
Gatot disangkakan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Selain Gatot, KPK juga menetapkan tiga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 menjadi tersangka penerima suap. "Diduga sebagai penerima adalah SB (Saleh Bangun), ketua DPRD Prov Sumut 2009-2014, CHR (Chaidir Ritonga), wakil ketua DPRD Sumut 2009-2014, AJS (Ajib Shah), anggota DPRD Sumut 2009-2014," ujar Johan.
Johan mengatakan ketiganya diduga menerima duit terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumut 2012, persetujuan perubahan APBD TA 2013, pegesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015, persetujuan pertanggungjawaban 2014, dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD 2015.
Ketiganya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penyidik KPK juga menetapkan dua tersangka lain sebagai penerima. Mereka adalah Kamaludin Harahap, wakil ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, dan Sigit Pramono Asri, wakil ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014.
Kamaludin dan Sigit diduga menerima duit dari Gatot terkait Persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran 2012, persetujuan perubahan APBD 2013, pengesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015.
Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001Juncto pasal 64 ayat 1 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)