Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum Komisaris PT Adimulya Agrolestari Franky Widjaja. Ultimatum itu dikeluarkan Lembaga Antikorupsi karena dia tak hadir saat diminta jadi saksi dalam kasus dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha sawit di Kuantan Singingi (Kuansing).
"KPK mengimbau agar yang bersangkutan komitmen dan koperatif hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang berikutnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 1 November 2021.
Ali mengatakan Franky meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang. Lembaga Antikorupsi mengabulkan permintaan itu. KPK meminta Franky menepati janjinya.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. KPK menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Baca: KPK Temukan Dokumen Terkait Suap Bupati Kuansing
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum Komisaris PT Adimulya Agrolestari Franky Widjaja. Ultimatum itu dikeluarkan Lembaga Antikorupsi karena dia tak hadir saat diminta jadi saksi dalam
kasus dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha sawit di
Kuantan Singingi (Kuansing).
"KPK mengimbau agar yang bersangkutan komitmen dan koperatif hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang berikutnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 1 November 2021.
Ali mengatakan Franky meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang. Lembaga Antikorupsi mengabulkan permintaan itu. KPK meminta Franky menepati janjinya.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. KPK menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Baca:
KPK Temukan Dokumen Terkait Suap Bupati Kuansing
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)