Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir menunggu sebelum menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/4). Foto: MI/Rommy Pujianto
Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir menunggu sebelum menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/4). Foto: MI/Rommy Pujianto

Kepala BPJN Amran Mustary Ikut Terseret Suap di Kementerian PUPR

Nur Azizah • 21 April 2016 15:53
medcom.id, Jakarta: Kasus program aspirasi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku berbuntut panjang. Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian PUPR Amran HI Mustary ikut terseret dalam kasus itu.
 
Karyawan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Yayat mengaku pernah bertemu dengan Imran Sudin Djumadi, mantan anggota DPRD Maluku Utara. Dalam kasus suap ini, Imran bertugas sebagai perantara suap antara Amran dan Dirut PT WTU Abdul Khoir.
 
Pertemuan berlangsung pada 1 Desember 2015, sekitar pukul 21.00 WIB di Mal Kalibata, Jakarta Selatan. Kala itu, Yayat datang bersama staf keuangan PT WTU Erwantoro untuk memberikan uang Rp1,5 miliar ke Imran.

"Saya dapat telepon dari Pak Abdul disuruh antarkan itu (uang) ke Imran. Lalu kami janjian di Mal Kalibata," tutur Yayat di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2016).
 
Yayat memberikan uang pecahan dolar Singapura itu ke Imran. Sebelum bertemu, Yayat mendapat telepon dari Imran. Ia meminta tolong agar memisahkan uang SGD100.
 
"Saya disuruh hitung dan pisahkan. Tapi saya enggak tahu bagaimana cara menghitung dan uang itu untuk siapa," ungkap Yayat.
 
Dalam kesaksian sebelumnya, salah satu tersangka kasus suap proyek pada Kementerian PUPR 2016 Damayanti Wisnu Putranti mengatakan, pembagian jatah fee terhadap anggota Komisi V DPR ditentukan Amran HI Mustary. Besarannya berbeda-beda tergantung tingkatan.
 
Damayanti menjelaskan, nilai suap merupakan hasil nego antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PUPR. Masing-masing anggota dapat jatah maksimal Rp50 miliar dan kepala kelompok fraksi maksimal Rp100 miliar.
 
Pembicaraan tentang nominal itu terjadi saat pertemuan kedua dari empat pertemuan yang Damayanti lakukan bersama Amran dan beberapa pihak lain, termasuk Abdul Khoir di Hotel Ambhara.
 
Pada pertemuan ketiga, Amran membawa data, ada nama jalan, kode dan nominal fee yang akan didapatkan anggota Komisi. Dari data itu, Damayanti dapat proyek program pembangunan Jalan Toheru Laemu dengan kode 1-E.
 
Selain Damayanti, data yang dibawa Amran juga menyebutkan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto memegang judul rekonstruksi jalan Werinama-Leimu dan anggota Fraksi PAN Andi Taufan Tiro mendapat proyek pembangunan jalan Jailolo-Mutui, rekonstruksi jalan Wayabuya-Sofi dan jalan Mafa Matuting.
 
Anggota Komisi V dari Fraksi PKB Musa Zainudin juga mendapat proyek rekonstruksi jalan Laimu-Werinama, jalan Haya-Toheru, jalan Aruidas-Arma, jalan Toheru-Laimu dan jalan Piru-Waisala.
 
Pada pertemuan ketiga, pengerjaan pembangunan jalan itu diserahkan ke Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, yang akan jadi kontraktor jalan. Sedangkan pada pertemuan keempat, Amran HI Mustary memerintahkan Abdul Khoir menyelesaikan pembayaran fee kepada anggota Komisi V yang ditunjuk Amran melaksanakan program aspirasi pembangunan jalan.
 
Abdul Khoir didakwa bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng serta Direktur PT Sharlen Raya Hong Artha John Alfred menyuap Amran HI Mustary dan sejumlah anggota Komisi V, yakni Damayanti Wisnu Putranti, Budi Suprayitno, Andi Taufan Tiro dan Musa Zainuddin dengan total suap Rp21,28 miliar, SGD1,674 juta, dan USD72,7 dalam proyek pembangunan dan rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.
 
Atas perbuatannya, Abdul didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto. Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan