Jakarta: Pasal penghinaan agama dalam RUU KUHP disoroti oleh Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan. Mereka menyampaikan berbagai masukan.
Mereka mengusulkan mengganti kata "penghinaan" dengan "hasutan untuk menyebarkan, menyiarkan kebencian, dengan maksud melakukan kekerasan, atau diskriminasi."
Usulan berikutnya yaitu mengganti judul Bab VII RUU KUHP yang menyebut "Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama," agar tidak terjadi multitafsir yang menyebabkan agama menjadi subjek hukum.
"Semangat keberadaan bab VII dan pasal-pasal di dalamnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakininya, sebagaimana diamanahkan dalam konstitusi negara Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Jika redaksionalnya dirasa kurang tepat, DPR RI dengan senang hati menerima berbagai masukan dari masyarakat," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), saat menerima kunjungan Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin, 22 Juli 2019.
Berbagai masukan tertulis lainnya dari Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan akan diteruskan kepada Komisi III DPR RI.
Diharapkan, KUHP yang dihasilkan nanti bisa sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia dan mampu menjawab berbagai persoalan serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
"Keaktifan masyarakat memberikan masukan adalah cermin kepedulian mereka terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai jika kelak RUU KUHP ini disahkan, justru malah terjadi penolakan di mana-mana. Oleh karena itu DPR RI selalu terbuka terhadap berbagai aspirasi agar saat RUU KUHP ini disahkan, masyarakat bisa menyambutnya dengan suka cita, bukan dengan duka cita," kata Bamsoet.
Jakarta: Pasal penghinaan agama dalam RUU KUHP disoroti oleh Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan. Mereka menyampaikan berbagai masukan.
Mereka mengusulkan mengganti kata "penghinaan" dengan "hasutan untuk menyebarkan, menyiarkan kebencian, dengan maksud melakukan kekerasan, atau diskriminasi."
Usulan berikutnya yaitu mengganti judul Bab VII RUU KUHP yang menyebut "Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama," agar tidak terjadi multitafsir yang menyebabkan agama menjadi subjek hukum.
"Semangat keberadaan bab VII dan pasal-pasal di dalamnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakininya, sebagaimana diamanahkan dalam konstitusi negara Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Jika redaksionalnya dirasa kurang tepat, DPR RI dengan senang hati menerima berbagai masukan dari masyarakat," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), saat menerima kunjungan Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin, 22 Juli 2019.
Berbagai masukan tertulis lainnya dari Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan akan diteruskan kepada Komisi III DPR RI.
Diharapkan, KUHP yang dihasilkan nanti bisa sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia dan mampu menjawab berbagai persoalan serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
"Keaktifan masyarakat memberikan masukan adalah cermin kepedulian mereka terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai jika kelak RUU KUHP ini disahkan, justru malah terjadi penolakan di mana-mana. Oleh karena itu DPR RI selalu terbuka terhadap berbagai aspirasi agar saat RUU KUHP ini disahkan, masyarakat bisa menyambutnya dengan suka cita, bukan dengan duka cita," kata Bamsoet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)