medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo memberikan surat peringatan kedua (SP2) kepada Koordinator Wadah Pegawai KPK Novel Baswedan karena menolak kebijakan penyidik baru bisa menjadi kepala satuan tugas penyidikan. Hal ini dinilai janggal.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan, penolakan Novel bertujuan menghalau penggembosan KPK dari dalam. Hal itu semestinya didukung, bukan malah diberi sanksi.
"Kami berharap tidak ada pembusukan dari dalam. Apalagi Novel saat ini menjadi salah satu ujung tombak (kasatgas) dalam penyidikan kasus KTP-E," ujar Donal, Selasa 28 Maret 2017.
Menurut dia, pimpinan KPK seharusnya memproteksi sumber daya manusia yang sudah dimiliki, bukan sebaliknya. Menjaga muruah KPK dan mencegah penggembosan pemberantasan korupsi semestinya dilakukan pimpinan.
"Kami menilai protes Novel sudah benar dan nota dinas dari Direktur Penyidikan KPK yang meminta kasatgas dipimpin polisi ialah tidak benar.''
Pada 21 Maret Ketua KPK menjatuhkan sanksi SP2 kepada Novel Baswedan. Alasannya, Novel mengganggu stabilitas KPK dalam upaya penanganan korupsi dengan menolak rekrutmen penyidik yang langsung bisa diangkat sebagai kasatgas.
Baca: Komisioner KPK Belum Tahu Kabar SP2 Novel Baswedan
Novel yang mewakili sikap sekitar 1.200 pegawai KPK beranggapan kasatgas merupakan jabatan penting yang harus diisi penyidik yang telah malang melintang dalam penanganan kasus korupsi. Kasatgas tidak patut dijabat orang yang baru masuk KPK meski berpangkat tinggi, tanpa diketahui tindak tanduk dan loyalitasnya.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad juga menilai SP2 untuk Novel tidak patut. "Argumentasi Novel sudah tepat, yaitu harus mengutamakan pendayagunaan penyidik yang sudah lama mengabdi di KPK. Saya kira pemberian SP2 itu sangat tidak tepat," paparnya.
Ketika dimintai konfirmasi, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan proses terkait dengan masalah itu masih berjalan di internal KPK. "Sejumlah aspek sedang dipertimbangkan."
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo memberikan surat peringatan kedua (SP2) kepada Koordinator Wadah Pegawai KPK Novel Baswedan karena menolak kebijakan penyidik baru bisa menjadi kepala satuan tugas penyidikan. Hal ini dinilai janggal.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan, penolakan Novel bertujuan menghalau penggembosan KPK dari dalam. Hal itu semestinya didukung, bukan malah diberi sanksi.
"Kami berharap tidak ada pembusukan dari dalam. Apalagi Novel saat ini menjadi salah satu ujung tombak (kasatgas) dalam penyidikan kasus KTP-E," ujar Donal, Selasa 28 Maret 2017.
Menurut dia, pimpinan KPK seharusnya memproteksi sumber daya manusia yang sudah dimiliki, bukan sebaliknya. Menjaga muruah KPK dan mencegah penggembosan pemberantasan korupsi semestinya dilakukan pimpinan.
"Kami menilai protes Novel sudah benar dan nota dinas dari Direktur Penyidikan KPK yang meminta kasatgas dipimpin polisi ialah tidak benar.''
Pada 21 Maret Ketua KPK menjatuhkan sanksi SP2 kepada Novel Baswedan. Alasannya, Novel mengganggu stabilitas KPK dalam upaya penanganan korupsi dengan menolak rekrutmen penyidik yang langsung bisa diangkat sebagai kasatgas.
Baca: Komisioner KPK Belum Tahu Kabar SP2 Novel Baswedan
Novel yang mewakili sikap sekitar 1.200 pegawai KPK beranggapan kasatgas merupakan jabatan penting yang harus diisi penyidik yang telah malang melintang dalam penanganan kasus korupsi. Kasatgas tidak patut dijabat orang yang baru masuk KPK meski berpangkat tinggi, tanpa diketahui tindak tanduk dan loyalitasnya.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad juga menilai SP2 untuk Novel tidak patut. "Argumentasi Novel sudah tepat, yaitu harus mengutamakan pendayagunaan penyidik yang sudah lama mengabdi di KPK. Saya kira pemberian SP2 itu sangat tidak tepat," paparnya.
Ketika dimintai konfirmasi, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan proses terkait dengan masalah itu masih berjalan di internal KPK. "Sejumlah aspek sedang dipertimbangkan."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)