medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah ada kesalahan prosedur penangkapan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK tidak memerlukan perintah penangkapan, seperti dipersoalkan kuasa hukum Irman.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, operasi tangkap tangan dilakukan setelah ada objek dari hasil kejahatan tersebut. "Ini tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana umum. OTT tidak mewajibkan surat itu (surat perintah penangkapan). Pemahaman hukumnya seperti itu," kata Setiadi usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2016).
Kuasa hukum Irman Gusman, Maqdir Ismail, mengatakan, KPK menyalahi prosedur saat menangkap kliennya. Untuk membuktikan dalih itu ia meminta Irman dihadirkan dalam sidang praperadilan.
"(Kehadiran Irman) Dibutuhkan. Kita ingin menunjukkan dan membuktikan bagaimana proses penangkapan itu dilakukan," kata Maqdir.
Maqdir mengungkapkan, istri Irman Gusman, Liestyana, mengatakan surat penangkapan yang dibawa penyidik KPK tidak ditujukan kepada Irman, melainkan untuk tersangka lain.
"Surat (penangkapan) itu untuk orang lain, tetapi kenapa kok Irman yang ditangkap," kata Maqdir.
Irman ditangkap KPK pada 17 September. Dia disangka menerima Rp100 juta dari bos CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi. Pemberian itu diduga berkaitan dengan kuota gula impor.
Awalnya, penyidik KPK menyelidiki dugaan Sutanto memberikan uang kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal. Pemberian duit diduga terkait kasus penjualan gula tanpa label SNI oleh CV Rimbun Padi Berjaya yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Padang.
Dalam proses pengadilan, Sutanto, yang merupakan mantan Direktur CV Rimbun Padi Berjaya, diduga membayar Farizal agar membantunya di persidangan. Farizal kemudian bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Sutanto.
Di tengah penyelidikan perkara tersebut, KPK mengetahui ada pemberian duit kepada Irman dalam kasus lain. Irman diduga mendapat Rp100 juta terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya pada 2016.
Irman diketahui sempat berkomunikasi dengan Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti. Dia diduga memberikan rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah gula impor.
KPK menetapkan Irman sebagai tersangka penerima suap dan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Obz9E1ZN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah ada kesalahan prosedur penangkapan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK tidak memerlukan perintah penangkapan, seperti dipersoalkan kuasa hukum Irman.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, operasi tangkap tangan dilakukan setelah ada objek dari hasil kejahatan tersebut. "Ini tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana umum. OTT tidak mewajibkan surat itu (surat perintah penangkapan). Pemahaman hukumnya seperti itu," kata Setiadi usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2016).
Kuasa hukum Irman Gusman, Maqdir Ismail, mengatakan, KPK menyalahi prosedur saat menangkap kliennya. Untuk membuktikan dalih itu ia meminta Irman dihadirkan dalam sidang praperadilan.
"(Kehadiran Irman) Dibutuhkan. Kita ingin menunjukkan dan membuktikan bagaimana proses penangkapan itu dilakukan," kata Maqdir.
Maqdir mengungkapkan, istri Irman Gusman, Liestyana, mengatakan surat penangkapan yang dibawa penyidik KPK tidak ditujukan kepada Irman, melainkan untuk tersangka lain.
"Surat (penangkapan) itu untuk orang lain, tetapi kenapa kok Irman yang ditangkap," kata Maqdir.
Irman ditangkap KPK pada 17 September. Dia disangka menerima Rp100 juta dari bos CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi. Pemberian itu diduga berkaitan dengan kuota gula impor.
Awalnya, penyidik KPK menyelidiki dugaan Sutanto memberikan uang kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal. Pemberian duit diduga terkait kasus penjualan gula tanpa label SNI oleh CV Rimbun Padi Berjaya yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Padang.
Dalam proses pengadilan, Sutanto, yang merupakan mantan Direktur CV Rimbun Padi Berjaya, diduga membayar Farizal agar membantunya di persidangan. Farizal kemudian bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Sutanto.
Di tengah penyelidikan perkara tersebut, KPK mengetahui ada pemberian duit kepada Irman dalam kasus lain. Irman diduga mendapat Rp100 juta terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya pada 2016.
Irman diketahui sempat berkomunikasi dengan Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti. Dia diduga memberikan rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah gula impor.
KPK menetapkan Irman sebagai tersangka penerima suap dan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)