Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan izin kepada Direktur Teknologi dan Produksi PT Kakatau Steel (PTKS) Wisnu Kuncoro untuk menghadiri akad nikah anaknya. Wisnu merupakan tersangka suap pengadaan kontainer dan boiler di pabrik blast furnace PTKS, Cilegon, Banten.
"Pimpinan berlima sepakat untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan (Wisnu) untuk menghadiri akad nikah anaknya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 23 Maret 2019.
Saat acara itu, Wisnu bakal mendapat pengawalan dari tim Lembaga Antirasuah. "Hukum tidak boleh dendam. Nanti ada pengawalan, itu normatif," jelas Saut.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati Iskak belum bisa memastikan uang suap yang diterima Wisnu apakah digunakan untuk acara pernikahan anaknya. "Penyidik masih akan mendalami. Tentu saja ini masih pemeriksaan awal," ungkapnya.
Namun demikian, Yuyuk membenarkan Wisnu akan menikahkan anaknya dalam waktu dekat. Pihaknya dalam posisi menunggu surat dari keluarga tersangka untuk permintaan keperluan menghadiri acara tersebut.
Lembaga Antirasuah sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus proyek pengadaan kontainer dan boiler di pabrik blast furnace PTKS, Cilegon, Banten.
Selain Wisnu, KPK juga menetapkan Alexander Muskitta (AMU) sebagai tersangka, mereka diduga sebagai pihak penerima suap. Kemudian Kenneth Sutardja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro (KET) sebagai pemberi suap.
Ihwal suap ini terjadi pada 2019, saat Direktorat Teknologi dan Produksi PTKS merencanakan kebutuhan barang dan peralatan, masing-masing bernilai Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar. AMU diduga menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada WNU dan disetujui.
AMU menyepakati commitment fee dengan rekanan yang disetujui untuk ditunjuk, yakni PT Grand Kartech (PTKS) dan Group Tjokro (GT) senilai 10 persen dari nilai kontrak. "AMU diduga bertindak mewakili dan atas nama WNU sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PTKS)," jelas Saut.
Selanjutnya, AMU meminta Rp50 juta kepada KSU dari PTGK dan Rp100 juta kepada KET dari GT. Pada 20 Maret 2019, AMU menerima cek Rp50 juta dari KET yang kemudian disetorkan ke rekening AMU.
Kemudian, AMU juga menerima uang sebanyak USD4 ribu atau setara Rp56,64 juta dan Rp45 juta di sebuah kedai kopi di Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian disetorkan ke rekening AMU.
Saut mengungkapkan total uang yang diamankan saat penangkapan senilai Rp20 juta dalam sebuah kantung kertas berwarna cokelat. Dari AMU, tim mengamankan sebuah buku tabungan atas nama AMU.
Atas perbuatannya, WNU dan AMU sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan KSU dan KET selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan izin kepada Direktur Teknologi dan Produksi PT Kakatau Steel (PTKS) Wisnu Kuncoro untuk menghadiri akad nikah anaknya. Wisnu merupakan tersangka suap pengadaan kontainer dan boiler di pabrik blast furnace PTKS, Cilegon, Banten.
"Pimpinan berlima sepakat untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan (Wisnu) untuk menghadiri akad nikah anaknya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 23 Maret 2019.
Saat acara itu, Wisnu bakal mendapat pengawalan dari tim Lembaga Antirasuah. "Hukum tidak boleh dendam. Nanti ada pengawalan, itu normatif," jelas Saut.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati Iskak belum bisa memastikan uang suap yang diterima Wisnu apakah digunakan untuk acara pernikahan anaknya. "Penyidik masih akan mendalami. Tentu saja ini masih pemeriksaan awal," ungkapnya.
Namun demikian, Yuyuk membenarkan Wisnu akan menikahkan anaknya dalam waktu dekat. Pihaknya dalam posisi menunggu surat dari keluarga tersangka untuk permintaan keperluan menghadiri acara tersebut.
Lembaga Antirasuah sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus proyek pengadaan kontainer dan boiler di pabrik blast furnace PTKS, Cilegon, Banten.
Selain Wisnu, KPK juga menetapkan Alexander Muskitta (AMU) sebagai tersangka, mereka diduga sebagai pihak penerima suap. Kemudian Kenneth Sutardja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro (KET) sebagai pemberi suap.
Ihwal suap ini terjadi pada 2019, saat Direktorat Teknologi dan Produksi PTKS merencanakan kebutuhan barang dan peralatan, masing-masing bernilai Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar. AMU diduga menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada WNU dan disetujui.
AMU menyepakati commitment fee dengan rekanan yang disetujui untuk ditunjuk, yakni PT Grand Kartech (PTKS) dan Group Tjokro (GT) senilai 10 persen dari nilai kontrak. "AMU diduga bertindak mewakili dan atas nama WNU sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PTKS)," jelas Saut.
Selanjutnya, AMU meminta Rp50 juta kepada KSU dari PTGK dan Rp100 juta kepada KET dari GT. Pada 20 Maret 2019, AMU menerima cek Rp50 juta dari KET yang kemudian disetorkan ke rekening AMU.
Kemudian, AMU juga menerima uang sebanyak USD4 ribu atau setara Rp56,64 juta dan Rp45 juta di sebuah kedai kopi di Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian disetorkan ke rekening AMU.
Saut mengungkapkan total uang yang diamankan saat penangkapan senilai Rp20 juta dalam sebuah kantung kertas berwarna cokelat. Dari AMU, tim mengamankan sebuah buku tabungan atas nama AMU.
Atas perbuatannya, WNU dan AMU sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan KSU dan KET selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)