medcom.id, Jakarta: Nenek Fatimah (90) yang kembali di gugat oleh menantunya Nurhakim (70) di Pengadilan Negeri Tangerang terkait kepemilikan tanah seluas 397 meter persegi di kawasan Kenanga, Cipondoh, Tangerang berharap masalah tersebut cepat selesai dan sang menantu mencabut gugatannya.
"Dijalani saja, kan ingin tahu apa sih yang ingin dibicarakan sama Nurhakim. Kalau dia mencabut gugatan, Alhamdulillah," kata Amaslia, salah satu anak Fatimah kepada Metrotvnews.com melalui pesan singkat, Selasa (23/12/2014).
Sebelumnya pada Kamis (30/10/2014) lalu, majelis hakim telah memenangkan Fatimah dalam perkara tanah yang dia tempatinya tersebut, majelis hakim memutuskan Fatimah tidak perlu membayar biaya ganti rugi yang diajukan Nurhakim sejumlah Rp 1 miliar. Namun Nurhakim kembali menuntut Fatimah atas pendudukan tanah tanpa izin di kawasan tersebut.
Sedangkan untuk jadwal persidangan berikutnya yaitu mediasi diagendakan Pengadilan Negeri Tangerang pada 6 Januari 2015. Menanggapi agenda mediasi tersebut, keluarga nenek Fatimah penuh harap agar gugatannya tidak diteruskan karena kondisi fisik Fatimah sendiri yang kerap mengalami kelelahan dan sakit karena harus bolak-balik ke Pengadilan.
"Iya, soalnya nenek Fatimah sudah capek dan lelah harus bolak-balik pengadilan terus," terang Amas.
Permasalahan ini bermula pada 1987. Saat itu, suami Fatimah sekaligus ayah Nurhana, Abdurahman, membeli tanah seluas 397 meter per segi di Cipondoh, Tangerang, dari Nurhakim, suami dari anak keempat Fatimah, Nurhana. Tanah dihargai sebesar Rp10 juta pada saat itu.
Di atas tanah itu kemudian dibangun rumah dengan dana Fatimah dan anak-anaknya. Tapi sertifikat kepemilikan tanah masih atas nama Nurhakim.
Sekitar 27 tahun, sekeluarga Abdurahman dan Fatimah beserta beberapa anaknya tinggal di rumah tersebut. Sedangkan anak lainnya yang telah berkeluarga, termasuk Nurhana, tinggal bersama suaminya di tempat lain. Saat itu tidak ada masalah sama sekali, bahkan pembicaraan tentang sertifikat ataupun tanah dan rumah itu.
Namun, sejak 2011, setelah Abdurahman dan suami dari salah satu adik Nurhana yang adalah anggota TNI meninggal dunia, Nurhana bersama dengan suaminya mulai mempermasalahkan persoalan kepemilikan tanah tersebut.
Fatimah mengaku telah meminta sebanyak empat kali pengurusan ganti nama sertifikat, tetapi Nurhana dan Nurhakim selalu memberikan jawaban yang sama dan menolak untuk ganti nama.
"Ini kan menantu sama mertua, enggak apa-apalah. Kayak enggak percaya banget," terang Masamah, salah satu anak Fatimah menirukan perkataan dari Nurhana dan Nurhakim, beberapa waktu lalu.
Namun akhirnya, pada 25 Juli 2014, secara mengejutkan, Fatimah dipanggil ke persidangan tanpa tahu apa persoalan yang dihadapinya. Setelah mengetahui sebab musabab masalah ini, dia merasa semakin sakit hati dengan anak dan menantunya.
Peristiwa ini menyebabkan kerenggangan hubungan antara sesama keluarga. Masing-masing pihak bersikukuh bahwa merekalah yang benar, dan tidak ada yang mau mengalah.
medcom.id, Jakarta: Nenek Fatimah (90) yang kembali di gugat oleh menantunya Nurhakim (70) di Pengadilan Negeri Tangerang terkait kepemilikan tanah seluas 397 meter persegi di kawasan Kenanga, Cipondoh, Tangerang berharap masalah tersebut cepat selesai dan sang menantu mencabut gugatannya.
"Dijalani saja, kan ingin tahu apa sih yang ingin dibicarakan sama Nurhakim. Kalau dia mencabut gugatan, Alhamdulillah," kata Amaslia, salah satu anak Fatimah kepada Metrotvnews.com melalui pesan singkat, Selasa (23/12/2014).
Sebelumnya pada Kamis (30/10/2014) lalu, majelis hakim telah memenangkan Fatimah dalam perkara tanah yang dia tempatinya tersebut, majelis hakim memutuskan Fatimah tidak perlu membayar biaya ganti rugi yang diajukan Nurhakim sejumlah Rp 1 miliar. Namun Nurhakim kembali menuntut Fatimah atas pendudukan tanah tanpa izin di kawasan tersebut.
Sedangkan untuk jadwal persidangan berikutnya yaitu mediasi diagendakan Pengadilan Negeri Tangerang pada 6 Januari 2015. Menanggapi agenda mediasi tersebut, keluarga nenek Fatimah penuh harap agar gugatannya tidak diteruskan karena kondisi fisik Fatimah sendiri yang kerap mengalami kelelahan dan sakit karena harus bolak-balik ke Pengadilan.
"Iya, soalnya nenek Fatimah sudah capek dan lelah harus bolak-balik pengadilan terus," terang Amas.
Permasalahan ini bermula pada 1987. Saat itu, suami Fatimah sekaligus ayah Nurhana, Abdurahman, membeli tanah seluas 397 meter per segi di Cipondoh, Tangerang, dari Nurhakim, suami dari anak keempat Fatimah, Nurhana. Tanah dihargai sebesar Rp10 juta pada saat itu.
Di atas tanah itu kemudian dibangun rumah dengan dana Fatimah dan anak-anaknya. Tapi sertifikat kepemilikan tanah masih atas nama Nurhakim.
Sekitar 27 tahun, sekeluarga Abdurahman dan Fatimah beserta beberapa anaknya tinggal di rumah tersebut. Sedangkan anak lainnya yang telah berkeluarga, termasuk Nurhana, tinggal bersama suaminya di tempat lain. Saat itu tidak ada masalah sama sekali, bahkan pembicaraan tentang sertifikat ataupun tanah dan rumah itu.
Namun, sejak 2011, setelah Abdurahman dan suami dari salah satu adik Nurhana yang adalah anggota TNI meninggal dunia, Nurhana bersama dengan suaminya mulai mempermasalahkan persoalan kepemilikan tanah tersebut.
Fatimah mengaku telah meminta sebanyak empat kali pengurusan ganti nama sertifikat, tetapi Nurhana dan Nurhakim selalu memberikan jawaban yang sama dan menolak untuk ganti nama.
"Ini kan menantu sama mertua, enggak apa-apalah. Kayak enggak percaya banget," terang Masamah, salah satu anak Fatimah menirukan perkataan dari Nurhana dan Nurhakim, beberapa waktu lalu.
Namun akhirnya, pada 25 Juli 2014, secara mengejutkan, Fatimah dipanggil ke persidangan tanpa tahu apa persoalan yang dihadapinya. Setelah mengetahui sebab musabab masalah ini, dia merasa semakin sakit hati dengan anak dan menantunya.
Peristiwa ini menyebabkan kerenggangan hubungan antara sesama keluarga. Masing-masing pihak bersikukuh bahwa merekalah yang benar, dan tidak ada yang mau mengalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)