medcom.id, Jakarta: Kontroversi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) ditanyakan panelis dalam fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon hakim Mahkamah Konstitusi. Salah seorang calon menyebut tak masalah bila KTP tak mencantumkan kolom agama.
Calon Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palugana justru mempertanyakan kebutuhan dan urgensi pencantuman kolom agama di KTP. Menurutnya, agama merupakan hal yang sangat pribadi dan sensitif. Maka tak masalah jika KTP tak mencantumkan kolom agama.
"Kalau tidak ada kolom itu juga tidak ada masalah," kata Palugana dalam fit dan proper test calon Hakim MK di Kantor Sekretariat Negara, Selasa (30/12/2014).
Palugana kemudian menuturkan apabila di kemudian hari ketiadaan kolom agama menciptakan persoalan dalam pembuatan dokumen kewarganegaraan, misalnya akta kelahiran atau paspor, maka itu bisa disesuaikan. Dokumen lainnya bisa saja tak mencantumkan kolom agama sama halnya dengan KTP.
Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, ini menuturkan yang perlu diperhatikan sekarang adalah soal psikologis publik.
"Selama ini kekhwatirannya kalau dia mencatumkan salah satu agama diakui atau tidak, apa agama yang saya taruh akan didiskriminasi atau bagaimana? Saya rasa psikologi massa ini perlu dipertimbangkan untuk mencantumkan kolom agama atau tidak," jelas Palugana.
medcom.id, Jakarta: Kontroversi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) ditanyakan panelis dalam
fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon hakim Mahkamah Konstitusi. Salah seorang calon menyebut tak masalah bila KTP tak mencantumkan kolom agama.
Calon Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palugana justru mempertanyakan kebutuhan dan urgensi pencantuman kolom agama di KTP. Menurutnya, agama merupakan hal yang sangat pribadi dan sensitif. Maka tak masalah jika KTP tak mencantumkan kolom agama.
"Kalau tidak ada kolom itu juga tidak ada masalah," kata Palugana dalam
fit dan proper test calon Hakim MK di Kantor Sekretariat Negara, Selasa (30/12/2014).
Palugana kemudian menuturkan apabila di kemudian hari ketiadaan kolom agama menciptakan persoalan dalam pembuatan dokumen kewarganegaraan, misalnya akta kelahiran atau paspor, maka itu bisa disesuaikan. Dokumen lainnya bisa saja tak mencantumkan kolom agama sama halnya dengan KTP.
Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, ini menuturkan yang perlu diperhatikan sekarang adalah soal psikologis publik.
"Selama ini kekhwatirannya kalau dia mencatumkan salah satu agama diakui atau tidak, apa agama yang saya taruh akan didiskriminasi atau bagaimana? Saya rasa psikologi massa ini perlu dipertimbangkan untuk mencantumkan kolom agama atau tidak," jelas Palugana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)