medcom.id, Jakarta: Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemerintah salah langkah dalam eksekusi mati lima terpidana yang akan dilakukan pada akhir Desember 2014. Pemerintah dianggap melanggar komitmen dalam Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami akan melaporkan ke komisi tinggi PBB terkait masalah ini (hukuman mati),"ujar Wakil Koordinator KontraS, Chrisbiantoro dalam diskusi bertemakan "HAM Hari Ini Siapa yang Bertanggung Jawab" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (14/12/2014).
Sementara itu, Koordinator KontraS lainya, Haris Azhar menilai pemerintah terlalu terburu-buru untuk menggelar eksekusi hukuman mati. "Sejauh ini sudah banyak contoh-contohnya, harusnya pemerintah lebih hati-hati sebelum memutuskan hukuman mati," tegas Haris.
Ia menambahkan, PBB memang tidak memiliki kewenangan untuk memaksa pemerintah Indonesia membatalkan eksekusi ini. Namun, PBB dapat memberi masukan kepada pemerintah.
"KontraS mengharapkan PBB dapat mengimbau pemerintah untuk tetap mengikuti moratorium hukuman mati yang telah disepakati bersama," tambah Haris.
Seperti diketahui, lima terpidana mati ini kini mendekam di beberapa lembaga pemasyarakatan. Satu berada di Tangerang, Banten, dua lagi di Batam, Kepulauan Riau ,dan dua lainnya di Nusakambangan, Jawa Tengah.
Dua napi di Nusakambangan dihukum karena membunuh. Sementara, tiga lainnya karena kejahatan narkotika.
medcom.id, Jakarta: Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemerintah salah langkah dalam eksekusi mati lima terpidana yang akan dilakukan pada akhir Desember 2014. Pemerintah dianggap melanggar komitmen dalam Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami akan melaporkan ke komisi tinggi PBB terkait masalah ini (hukuman mati),"ujar Wakil Koordinator KontraS, Chrisbiantoro dalam diskusi bertemakan "HAM Hari Ini Siapa yang Bertanggung Jawab" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (14/12/2014).
Sementara itu, Koordinator KontraS lainya, Haris Azhar menilai pemerintah terlalu terburu-buru untuk menggelar eksekusi hukuman mati. "Sejauh ini sudah banyak contoh-contohnya, harusnya pemerintah lebih hati-hati sebelum memutuskan hukuman mati," tegas Haris.
Ia menambahkan, PBB memang tidak memiliki kewenangan untuk memaksa pemerintah Indonesia membatalkan eksekusi ini. Namun, PBB dapat memberi masukan kepada pemerintah.
"KontraS mengharapkan PBB dapat mengimbau pemerintah untuk tetap mengikuti moratorium hukuman mati yang telah disepakati bersama," tambah Haris.
Seperti diketahui, lima terpidana mati ini kini mendekam di beberapa lembaga pemasyarakatan. Satu berada di Tangerang, Banten, dua lagi di Batam, Kepulauan Riau ,dan dua lainnya di Nusakambangan, Jawa Tengah.
Dua napi di Nusakambangan dihukum karena membunuh. Sementara, tiga lainnya karena kejahatan narkotika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)