medcom.id, Jakarta: Direktur Utama PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah, dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia divonis penjara 2 tahun 8 bulan karena terbukti memberi suap ke sejumlah pejabat untuk pengadaan drone dan satelit Badan Keamanan laut.
"Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun 8 bulan serta denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua majelis hakim Yohannes Priyana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 24 Mei 2017.
Majelis menilai, Fahmi bersama dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti memberikan uang kepada empat pejabat Bakamla.
Suap diberi kepada Eko Susilo Hadi sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebesar SGD100 ribu, USD88,5 ribu, dan 10 ribu Euro. Eko juga ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Sementara itu, Direktur Data dan Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo disuap USD105 ribu. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan juga diberi uang sebesar SGD104,5 ribu.
Hardy dan Adami Okta juga terbukti mengalirkan fulus Rp120 juta ke Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nana Wicaksono. Pemberian uang dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam proyek pengadaan Bakamla.
Fahmi dinyatakan terbukti melanggar pidana Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Vonis suami dari Inneke lebih rendah dari tuntutan pidana 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider enam bulan yang diajukan Jaksa Penuntut KPK. Majelis menyebut ada beberapa pertimbangan yang diambil.
Hal yang memberatkan hukuman Fahmi yakni tidak mengikuti program pemerintah memberantas korupsi, serta tidak taat aturan hukum dan prosedur sebagai pengusaha.
Sementara hal yang meringankan hukuman Fahmi yakni, tidak pernah dihukum, mengakui kesalahannya, memiliki tanggungan keluarga, serta beritikad baik.
"Menyerahkan kepemilikan tanah kepada negara untuk kepentingan Bakamla, berkontribusi untuk menjaga keamanan laut. Hibah ini menurut majelis menjadi itikad baik terdakwa dan jadi hal yang meringangkan," kata dia.
Fahmi menyatakan menerima segala hasil keputusan yang dijatuhkan persidangan dan tak mengajukan banding. Sementara itu Jaksa Penuntut KPK menyatakan akan mempertimbangkan hasil keputusan hakim terlebih dahulu.
medcom.id, Jakarta: Direktur Utama PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah, dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia divonis penjara 2 tahun 8 bulan karena terbukti memberi suap ke sejumlah pejabat untuk pengadaan drone dan satelit Badan Keamanan laut.
"Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun 8 bulan serta denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua majelis hakim Yohannes Priyana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 24 Mei 2017.
Majelis menilai, Fahmi bersama dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti memberikan uang kepada empat pejabat Bakamla.
Suap diberi kepada Eko Susilo Hadi sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebesar SGD100 ribu, USD88,5 ribu, dan 10 ribu Euro. Eko juga ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Sementara itu, Direktur Data dan Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo disuap USD105 ribu. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan juga diberi uang sebesar SGD104,5 ribu.
Hardy dan Adami Okta juga terbukti mengalirkan fulus Rp120 juta ke Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nana Wicaksono. Pemberian uang dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam proyek pengadaan Bakamla.
Fahmi dinyatakan terbukti melanggar pidana Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Vonis suami dari Inneke lebih rendah dari tuntutan pidana 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider enam bulan yang diajukan Jaksa Penuntut KPK. Majelis menyebut ada beberapa pertimbangan yang diambil.
Hal yang memberatkan hukuman Fahmi yakni tidak mengikuti program pemerintah memberantas korupsi, serta tidak taat aturan hukum dan prosedur sebagai pengusaha.
Sementara hal yang meringankan hukuman Fahmi yakni, tidak pernah dihukum, mengakui kesalahannya, memiliki tanggungan keluarga, serta beritikad baik.
"Menyerahkan kepemilikan tanah kepada negara untuk kepentingan Bakamla, berkontribusi untuk menjaga keamanan laut. Hibah ini menurut majelis menjadi itikad baik terdakwa dan jadi hal yang meringangkan," kata dia.
Fahmi menyatakan menerima segala hasil keputusan yang dijatuhkan persidangan dan tak mengajukan banding. Sementara itu Jaksa Penuntut KPK menyatakan akan mempertimbangkan hasil keputusan hakim terlebih dahulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)