Jakarta: Tenaga Ahli Aceh, Marathon Steffy Burase, memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teman dekat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
"Saksi Fenny Steffy B, pagi ini telah berada di KPK. Datang sekitar pukul 09.30 WIB," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 18 Juli 2018.
Selain Fenny, tim penyidik juga ikut mengagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi lainnya. Mereka adalah mantan Kadis PUPR Pemprov Aceh, Rizal Aswandi; Kepala ULP Pemprov Aceh, Nizarli; serta Teuku Fadhilatul Amri; T. Saiful Bahri, dan Hendri Yuzal. Mereka akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu yakni, Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf; Bupati Bener Meriah, Ahmadi; serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Baca: KPK Blokir Rekening Gubernur Aceh
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Wb7Jp8BN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Tenaga Ahli Aceh, Marathon Steffy Burase, memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teman dekat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
"Saksi Fenny Steffy B, pagi ini telah berada di KPK. Datang sekitar pukul 09.30 WIB," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 18 Juli 2018.
Selain Fenny, tim penyidik juga ikut mengagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi lainnya. Mereka adalah mantan Kadis PUPR Pemprov Aceh, Rizal Aswandi; Kepala ULP Pemprov Aceh, Nizarli; serta Teuku Fadhilatul Amri; T. Saiful Bahri, dan Hendri Yuzal. Mereka akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu yakni, Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf; Bupati Bener Meriah, Ahmadi; serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Baca: KPK Blokir Rekening Gubernur Aceh
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)