Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah daerah (pemda) memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Kepala daerah kerap memanfaatkan APIP untuk bertindak culas.
"Kepala daerah memiliki kepentingan mengintervensi APIP untuk melindungi modus kecurangannya," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 Mei 2021.
Dia menjelaskan kepala daerah biasanya mengintervensi APIP untuk melancarkan praktik korupsinya. Tindakan haram itu dilakukan demi membayar utang politik saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
Berdasarkan studi KPK, calon kepala daerah mengakui mendapat dukungan modal dari pihak ketiga. "Ini berimbas kepada perjanjian calon kepala daerah dengan pemodal untuk dimudahkan dalam perizinan atau PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa),” ujar Nawawi.
Ada berbagai modus korupsi yang digunakan kepala daerah. Di antaranya, mengintervensi penggunaan anggaran belanja daerah, campur tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah, ikut menentukan pelaksanaan perizinan dengan pemerasan, benturan kepentingan dalam proses PBJ dan manajemen ASN seperti rotasi, mutasi, pengangkatan pegawai, dan penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan dan penempatan jabatan pada orang dekat, pemerasan dalam proses rotasi, mutasi, serta promosi.
Baca: Naik Lagi, Duit Pemda di Bank Capai Rp182,33 Triliun
Di samping itu, Nawawi mengatakan ada faktor lain yang mengharuskan APIP diperkuat. Yakni, minimnya jumlah personel, kurangnya kompetensi, terbatasnya kesempatan pelatihan, rendahnya anggaran operasional, tidak ditindaklanjutinya rekomendasi APIP, independensi APIP yang belum kuat, dan tak optimalnya pembinaan APIP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) meminta pemerintah daerah (
pemda) memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Kepala daerah kerap memanfaatkan APIP untuk bertindak culas.
"Kepala daerah memiliki kepentingan mengintervensi APIP untuk melindungi modus kecurangannya," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 Mei 2021.
Dia menjelaskan kepala daerah biasanya mengintervensi APIP untuk melancarkan praktik korupsinya. Tindakan haram itu dilakukan demi membayar utang politik saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
Berdasarkan studi KPK, calon kepala daerah mengakui mendapat dukungan modal dari pihak ketiga. "Ini berimbas kepada perjanjian calon kepala daerah dengan pemodal untuk dimudahkan dalam perizinan atau PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa),” ujar Nawawi.
Ada berbagai modus korupsi yang digunakan kepala daerah. Di antaranya, mengintervensi penggunaan anggaran belanja daerah, campur tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah, ikut menentukan pelaksanaan perizinan dengan pemerasan, benturan kepentingan dalam proses PBJ dan manajemen ASN seperti rotasi, mutasi, pengangkatan pegawai, dan penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan dan penempatan jabatan pada orang dekat, pemerasan dalam proses rotasi, mutasi, serta promosi.
Baca: Naik Lagi, Duit Pemda di Bank Capai Rp182,33 Triliun
Di samping itu, Nawawi mengatakan ada faktor lain yang mengharuskan APIP diperkuat. Yakni, minimnya jumlah personel, kurangnya kompetensi, terbatasnya kesempatan pelatihan, rendahnya anggaran operasional, tidak ditindaklanjutinya rekomendasi APIP, independensi APIP yang belum kuat, dan tak optimalnya pembinaan APIP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)