Jakarta: Usulan sejumlah fraksi yang menginginkan perubahan judul Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kesusilaan dikritisi. Usulan tersebut berdampak buruk terhadap korban.
"Kan jadinya menzalimi korban. Jadi jangan lah (diubah judul RUU TPKS) karena akan merugikan korban," kata Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Ratna Batara Munti saat dihubungi, Senin, 21 November 2021.
Ratna mengatakan perubahan judul tidak memihak korban. Jika diganti menjadi RUU Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kesusilaan maka bakal beleid tersebut akan sama dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut dia, pembuat kebijakan tidak perlu mencampuradukkan penindakan kekerasan seksual dengan asusila. Itu akan berdampak negatif terhadap korban.
Ratna mencontohkan Sudan yang mencampuradukkan aturan kekerasan seksual dengan asusila. Ada potensi korban mendapat hukuman perbuatan asusila.
Baca: Draf RUU TPKS Dinilai Langkah Maju Melindungi Korban Kekerasan Seksual
Potensi itu timbul karena kesulitan membuktikan mengalami kekerasan seksual. Akhirnya, korban mendapat stigma melakukan hubungan seksual karena suka sama suka.
"Sudah distigma (melakukan tindakan asusila) ditambah lagi diberi sanksi," ungkap dia.
Selain itu, Ratna menegaskan RUU TPKS merupakan bakal beleid yang bersifat lex specialis. Sehingga, unsur kekerasan tidak bisa dihapuskan atau dihilangkan pada judul.
Dia menyebut ketentuan kesusilaan sudah diatur di dalam KUHP. Sedangkan RUU TPKS fokus
"Namanya juga ini (RUU TPKS) khusus, yang umum-umum ga usah dimasukkan ke yang khusus," ujarnya.
Jakarta: Usulan sejumlah fraksi yang menginginkan perubahan judul Rancangan Undang-Undang
(RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(TPKS) menjadi Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kesusilaan dikritisi. Usulan tersebut berdampak buruk terhadap korban.
"Kan jadinya menzalimi korban. Jadi jangan lah (diubah judul RUU TPKS) karena akan merugikan korban," kata Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Ratna Batara Munti saat dihubungi, Senin, 21 November 2021.
Ratna mengatakan perubahan judul tidak memihak korban. Jika diganti menjadi RUU Tindak Pidana
Seksual atau Tindak Pidana Kesusilaan maka bakal beleid tersebut akan sama dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut dia, pembuat kebijakan tidak perlu mencampuradukkan penindakan kekerasan seksual dengan asusila. Itu akan berdampak negatif terhadap korban.
Ratna mencontohkan Sudan yang mencampuradukkan aturan kekerasan seksual dengan asusila. Ada potensi korban mendapat hukuman perbuatan
asusila.
Baca:
Draf RUU TPKS Dinilai Langkah Maju Melindungi Korban Kekerasan Seksual
Potensi itu timbul karena kesulitan membuktikan mengalami kekerasan seksual. Akhirnya, korban mendapat stigma melakukan hubungan seksual karena suka sama suka.
"Sudah distigma (melakukan tindakan asusila) ditambah lagi diberi sanksi," ungkap dia.
Selain itu, Ratna menegaskan RUU TPKS merupakan bakal beleid yang bersifat
lex specialis. Sehingga, unsur kekerasan tidak bisa dihapuskan atau dihilangkan pada judul.
Dia menyebut ketentuan kesusilaan sudah diatur di dalam KUHP. Sedangkan RUU TPKS fokus
"Namanya juga ini (RUU TPKS) khusus, yang umum-umum ga usah dimasukkan ke yang khusus," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)