Ilustrasi pengadilan. Medcom.id
Ilustrasi pengadilan. Medcom.id

5 Hakim Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Achmad Zulfikar Fazli • 28 Januari 2023 09:36
Jakarta: Sebanyak lima hakim dilaporkan ke Komisi Yudisial. Terdiri dari tiga hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, LK, HH, dan RS, serta dua hakim di Pengadilan Tinggi Banten, RD dan VS.
 
Pelaporan dilakukan karena diduga kuat melanggar kode etik dan perilaku hakim. Yakni patut diduga tidak menjalankan asas dan ketentuan yang menjadi patokan bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara.
 
"Kedatangan kami ke Komisi Yudisial ini untuk mengadukan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim di PN Tangerang dan PT Banten," ujar advokat Julius Ferdinandus kepada awak media, Jumat, 27 Januari 2023.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Julius mengatakan para hakim yang dilaporkan diduga kuat tidak sportif dan tidak berimbang dalam menjalankan tugasya. "Mereka diduga tidak objektif kepada pihak yang lain," ujar dia.
 
Hal itu sangat dirasakan di mana selama jalannya persidangan maupun sidang lokasi, pihak penggugat, tidak mengetahui letak atau arah obyek yang disengketakan. 
 
"Majelis hakim kami rasakan berat sebelah, di mana banyak hal dan kesempatan lebih banyak diberikan kepada pihak lawan daripada kita," terang Julius.
 
Salah satu hal kecil, kata Julius, adalah ketika pihaknya memberikan pendapat dipersidangan. Ketika pihaknya memberikan pendapat atau minta waktu selalu disela atau dibatasi.
 
"Sedangkan untuk pihak lawan selalu diberikan waktu yang lebih," ujar dia.
 
Pada persidangan di tingkat pertama, Julius menyebut sangat kental nuansa keberpihakan. Dia menilai asas-asas putusan yang digunakan majelis hakim kebanyakan menyimpang dari yang seharusnya. Padahal asas-asas putusan hakim harus menjadi patokan dan dasar, supaya putusannya menjadi sempurna.
 
"Misalnya begini, ada satu kejadian di mana hakim itu dalam memutuskan masalah, itu bisa ditafsirkan atau diintepretasi yang sebenarnya hanya dua pihak ternyata jadi tiga pihak," jelas dia.
 
Dia menyoroti kejanggalan lain terkait kasus tersebut. Yakni, soal laporan perbuatan perusakan gembok dan pintu, yang digunakan adalah laporan polisi yang prematur. "Laporan polisi yang masih dalam tingkat penyelidikan dan klarifikasi saksi. Jadi yang digunakan sebagai dasar perbuatan melawan hukum oleh hakim adalah satu perbuatan yang belum teruji," terang dia.
 
Julius menyampaikan laporan polisi dalam kasus ini masih dalam taraf klarifikasi saksi, sehingga belum diuji perbuatannya di pengadilan.
 
"Maka, dengan demikian Majelis Hakim Pemeriksa tingkat pertama dan kedua tidak bisa menggunakan alasan perusakan, penggembokan, dan pemalangan pintu sebagai dasar  pemenuhan unsur Pasal 1365 KUHPerdata, karena tidak memiliki kekuatan hukum tetap," jelas Julius.
 

Baca Juga: Terdakwa Kasus KSP Indosurya Divonis Bebas, KY Tunggu Laporan Masyarakat


Dia mengatakan dasar dari perbuatan hukum adalah ada laporan perusakan dan pemalangan pintu ruko. "Pemasangan plang itu berubah menjadi pemalangan pintu. Nah, ini kan dua hal yang berbeda dan ini merupakan kata bentukan daripada hakim tersebut," ujar dia.
 
Julius menyebut saat pengggembokan obyek gugatan tersebut, terjadi pemasangan plang pengumuman yang melarang kegiatan apapun di lokasi tersebut. Bukan pemalangan pintu ruko. 
 
"Sebenarnya bunyinya pemasangan plang pengumuman, tetapi dalam pertimbangan itu disebutkan pemalangan pintu ruko. Anehnya dalil hakim ditingkat pertama ini dikuatkan di tingkat pengadilan tinggi," ungkap dia.
 
Julius menyebut frasa dilakukan pemalangan pintu ruko tersebut yang diambil hakim pengadilan banding, RD dan VS, menjadi pertimbangan hukum pembanding/tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.
 
Oleh karena itu, Julius bersama tim meminta Komisi Yudisial memeriksa tiga Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa perkara dan dua hakim Pengadilan Tinggi Banten.

 
(AZF)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif