Jakarta: Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto divonis enam tahun penjara. Dia terbukti menerima suap terkait dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 28 September 2022.
Ardian juga dikenakan pidana denda sebesar Rp250 juta. Bila tak sanggup membayar maka diganti hukuman penjara selama tiga bulan.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ardian dituntut delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, Ardian dihukum membayar uang pengganti hasil kejahatan korupsi. Nilai uang yang mesti diganti setelah hukuman berkekuatan hukum tetap sebesar SGD131.000.
"Bila tak sanggup membayar maka dipidana penjara selama satu tahun," ujar Hakim Nyompa.
Pada persidangan ini, terdakwa lainnya mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar, divonis lima tahun penjara. Lalu, denda pidana sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp175 juta. Bila tak menyanggupi membayar maka diganti pidana selama tiga bulan bui.
Majelis hakim menilai mereka terbukti menerima suap bersama-sama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke total Rp2,4 miliar. Uang itu dimaksudkan untuk melancarkan pengurusan dana PEN 2021 Pemkab Kolaka Timur.
Ardian dinilai terbukti menerima SGD131.000. Sedangkan, Laode menerima Rp175 juta.
Total pinjaman dana PEN yang diajukan Pemkab Koltim sebesar Rp350 miliar yang sudah disepakati oleh Bupati nonaktif Koltim Andi Merya Nur. Namun, Pemkab Koltim hanya menerima persetujuan sebesar Rp151 miliar.
Uang suap itu diberikan oleh Andi Merya Nur dan pengusaha LM Rusdianto Emba. Dalam perkara ini, Laode berperan meminta alamat dan nomor telepon ajudan Ardian untuk diberikan ke Andi agar pengurusan dana PEN Kolaka Timur makin lancar.
Usai diberikan uang suap itu, Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui.
Ardian dan Laode terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis itu sesuai dengan dakwaan alternatif pertama. Ardian dan Laode serta JPU KPK menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Jakarta: Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto divonis enam tahun penjara. Dia terbukti menerima suap terkait
dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa saat persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 28 September 2022.
Ardian juga dikenakan pidana denda sebesar Rp250 juta. Bila tak sanggup membayar maka diganti hukuman penjara selama tiga bulan.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ardian dituntut delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, Ardian dihukum membayar uang pengganti hasil kejahatan
korupsi. Nilai uang yang mesti diganti setelah hukuman berkekuatan hukum tetap sebesar SGD131.000.
"Bila tak sanggup membayar maka dipidana penjara selama satu tahun," ujar Hakim Nyompa.
Pada persidangan ini, terdakwa lainnya mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar, divonis lima tahun penjara. Lalu, denda pidana sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp175 juta. Bila tak menyanggupi membayar maka diganti pidana selama tiga bulan bui.
Majelis hakim menilai mereka terbukti menerima suap bersama-sama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke total Rp2,4 miliar. Uang itu dimaksudkan untuk melancarkan pengurusan dana PEN 2021 Pemkab Kolaka Timur.
Ardian dinilai terbukti menerima SGD131.000. Sedangkan, Laode menerima Rp175 juta.
Total pinjaman dana PEN yang diajukan Pemkab Koltim sebesar Rp350 miliar yang sudah disepakati oleh Bupati nonaktif Koltim Andi Merya Nur. Namun, Pemkab Koltim hanya menerima persetujuan sebesar Rp151 miliar.
Uang suap itu diberikan oleh Andi Merya Nur dan pengusaha LM Rusdianto Emba. Dalam perkara ini, Laode berperan meminta alamat dan nomor telepon ajudan Ardian untuk diberikan ke Andi agar pengurusan dana PEN Kolaka Timur makin lancar.
Usai diberikan uang suap itu, Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui.
Ardian dan Laode terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis itu sesuai dengan dakwaan alternatif pertama. Ardian dan Laode serta JPU KPK menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)