"Pemerintah tentunya memiliki berbagai pertimbangan dan telah melakukan inventarisasi kepentingan dalam melakukan negosiasi. Untuk mengubah masa retroaktif menjadi 18 tahun," ujar Yasonna, dilansir MediaIndonesia.com, Rabu, 2 Februari 2022.
Dia mengatakan pemerintah berupaya memulihkan kerugian negara akibat BLBI. Yakni, dengan eksekusi aset yang menjadi jaminan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Gencar Buru Aset BLBI, Satgas BLBI Sudah Kantongi Rp15,1 Triliun
Namun, proses eksekusi mengalami hambatan karena banyaknya aset yang mengalami peralihan kepemilikan. Namun, dengan masa retroaktif selama 18 tahun yang diatur dalam perjanjian ekstradisi, sudah memfasilitasi kebutuhan untuk mengejar obligor dan debitur BLBI sehingga akan menjadi awal dari babak baru penegakan hukum Indonesia.
"Pemerintah akan mendorong percepatan proses ratifikasi dan kami percaya bahwa seluruh pihak terkait akan memiliki pandangan yang sama. Mengingat, besarnya manfaat yang akan kita peroleh dalam upaya mengejar pelaku tindak pidana," jelas dia.
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ditandatangani Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K Shanmugam disaksikan Presiden Joko Widodo dan PM Singapura Lee Hsien Loong di Bintan pada pekan lalu.
Dalam perjanjian ekstradisi tersebut, ada 31 jenis kejahatan yang disepakati. Rinciannya, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, serta korupsi.
Perjanjian juga bersifat dinamis karena kedua negara sepakat untuk menggunakan prinsip open ended. Dalam hal ini, menentukan jenis tindak pidana yang dapat diekstradisi. Prinsip itu untuk mengantisipasi kejahatan lainnya di masa mendatang yang disepakati kedua pihak. Sehingga, mekanisme ekstradisi dapat tetap dilaksanakan.