Ilustrasi hukum. Medcom.id
Ilustrasi hukum. Medcom.id

Kemenkum HAM Atur Ulang Remisi Napi Perkara Luar Biasa

Cahya Mulyana • 31 Januari 2022 00:23
Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mendukung dan akan mengimplementasikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkum HAM) Nomor 7 Tahun 2022 sebagai perubahan kedua atas Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28 P/HUM/2021. MA membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, dan lainnya.
 
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Rika Aprianti menegaskan pihaknya tengah menyelaraskan putusan MA dalam perubahan PP. Termasuk, pengaturan pengetatan pemberian remisi untuk narapidana dengan status justice collaborator.
 
"Dalam pembahasan penyusunan dan penyelarasan perubahan Permenkum HAM ini kementerian/lembaga terkait menyetujui dan mendukung rancangan perubahan dengan beberapa pengetatan untuk tindak pidana tertentu yang merupakan jenis tindak pidana luar biasa. Namun itu dengan tetap memperhatikan bahwa pengetatan tersebut tidak boleh membatasi hak-hak narapidana," kata Rika dalam keterangan tertulis, Minggu, 30 Januari 2022.

Rika menuturkan penghilangan syarat justice collabolator dalam putusan MA menjadikan hal tersebut sebagai syarat pemberian hak. Namun, sebagai reward sesuai UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
 
"Dalam Permenkum HAM ini tidak menghilangkan syarat-syarat khusus dalam pemberian hak narapidana sesuai dengan PP 99 Tahun 2012. Misalnya pemberian hak bagi narapidana terorisme tetap mensyaratkan bahwa harus telah menyatakan ikrar kesetiaan kepada Republik Indonesia serta telah mengikuti dengan baik program deradikalisasi," kata dia.
 
Permenkum HAM juga mensyaratkan membayar lunas denda dan uang pengganti bagi narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan hak remisi maupun integrasi. "Reformulasi remisi alasan kemanusiaan diberikan berdasarkan atas satu kategori dan pengaturan kembali tentang remisi tambahan," papar dia.
 
Rika mengatakan pihaknya akan mereformulasi usulan remisi yang terlambat karena syarat dan dokumen belum terpenuhi pada periode penyerahan remisi baik umum ataupun khusus keagamaan. Misalnya remisi sebesar satu bulan bagi narapidana yang menjalani pidana 6-12 bulan dan 2 bulan bagi narapidana yang menjalani pidana 12 bulan atau lebih.
 
"Permenkum HAM yang diterbitkan ini dapat dijadikan sebagai regulasi yang mengatur pemenuhan hak warga binaan pasca dikabulkanya sebagian gugatan atas beberapa pasal yang termuat dalam PP 99 Tahun 2012 melalui keputusan MA no 28 P/HUM/2021," kata dia.
 
Menurut pertimbangan majelis hakim, persyaratan mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan. Keputusan tersebut diambil oleh Ketua Majelis Supandi, hakim anggota Majelis Yodi Martono dan Is Sudaryono.
 
Pemohon ialah mantan kepala desa Subowo dan empat orang lainnya yang menjadi warga binaan di Lapas Klas IA Sukamiskin Bandung. Majelis hakim menimbang fungsi pemidaaan tidak lagi sekadar memenjarakan pelaku agar jera. Tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice.
 
Baca: Aturan Remisi Koruptor Dinilai Penting untuk Gali Informasi
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan