Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) berpotensi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Sejauh ini, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih menyimpulkan jika kerugian negara dalam kasus itu bersifat potensial.
"Tapi ini belum declare loh ya. Tetap saya katakan itu hasilnya unrealized loss. Jadi itu masih lebih condong ke potensi," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi saat dikonfirmasi, Kamis, 16 Juni 2022.
Namun, Supardi menegaskan bahwa perkara itu belum dihentikan saat ini. Kejagung meningkatkan kasus rasuah tersebut ke tingkat penyidikan sejak awal 2021 melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Menurut Supardi, kepastian nasib kasus di perusahaan pelat merah itu akan diumumkan dan tinggal menunggu kelengkapan aspek formal. Ia juga tidak menampik jika perkara tersebut mendapat atensi langsung dari Presiden Joko Widodo.
"Karena kita kan, Jaksa Agung di bawah Presiden. Ya semuanya diatensi," ujarnya.
Baca: Eks Bupati Buru Selatan Didakwa Terima Suap Rp400 Juta
Kerugian yang bersifat unrealized atau potensial tidak bisa diklasifikasi sebagai kerugian akibat tindak pidana korupsi. Menurut Supardi, kata 'dapat' terkait kerugian keuangan atau perekonomian negara dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah dihapus.
Pptongan bunyi Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor adalah, "... dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara."
"Jadi kalau konstruksi UU Tindak Pidana Korupsi, kalimat 'dapat' itu sudah dihapus," ucap Supardi.
Penghapusan merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut mencabut frasa 'dapat' dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
Dengan begitu, kerugian yang dimaksud dalam UU Pemberantasan Tipikor harus terlebih dahulu dibuktikan dengan kerugian yang nyata atau actual loss dan bukan yang sifatnya potensi.
Febrie Adriansyah, saat menjabat Direktur Penyidikan Jampidsus, sempat mengatakan potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh BP Jamsostek mencapai Rp20 triliun. Ia meragukan kerugian tersebut disebabkan karena kerugian bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah memang analisanya ketika dalam investasi tersebut sebodoh itu? Sehingga dalam tiga tahun bisa rugi sampai Rp20 triliun sekian," ujar Febrie, Kamis, 11 Februari 2022.
Jakarta: Kejaksaan Agung (
Kejagung) berpotensi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada
BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Sejauh ini, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih menyimpulkan jika kerugian negara dalam kasus itu bersifat potensial.
"Tapi ini belum declare loh ya. Tetap saya katakan itu hasilnya unrealized loss. Jadi itu masih lebih condong ke potensi," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi saat dikonfirmasi, Kamis, 16 Juni 2022.
Namun, Supardi menegaskan bahwa perkara itu belum dihentikan saat ini. Kejagung meningkatkan kasus rasuah tersebut ke tingkat penyidikan sejak awal 2021 melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Menurut Supardi, kepastian nasib kasus di perusahaan pelat merah itu akan diumumkan dan tinggal menunggu kelengkapan aspek formal. Ia juga tidak menampik jika perkara tersebut mendapat atensi langsung dari Presiden Joko Widodo.
"Karena kita kan, Jaksa Agung di bawah Presiden. Ya semuanya diatensi," ujarnya.
Baca:
Eks Bupati Buru Selatan Didakwa Terima Suap Rp400 Juta
Kerugian yang bersifat
unrealized atau potensial tidak bisa diklasifikasi sebagai kerugian akibat tindak pidana korupsi. Menurut Supardi, kata 'dapat' terkait kerugian keuangan atau perekonomian negara dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi telah dihapus.
Pptongan bunyi Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor adalah, "... dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara."
"Jadi kalau konstruksi UU Tindak Pidana Korupsi, kalimat 'dapat' itu sudah dihapus," ucap Supardi.
Penghapusan merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut mencabut frasa 'dapat' dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
Dengan begitu, kerugian yang dimaksud dalam UU Pemberantasan Tipikor harus terlebih dahulu dibuktikan dengan kerugian yang nyata atau actual loss dan bukan yang sifatnya potensi.
Febrie Adriansyah, saat menjabat Direktur Penyidikan Jampidsus, sempat mengatakan potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh BP Jamsostek mencapai Rp20 triliun. Ia meragukan kerugian tersebut disebabkan karena kerugian bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah memang analisanya ketika dalam investasi tersebut sebodoh itu? Sehingga dalam tiga tahun bisa rugi sampai Rp20 triliun sekian," ujar Febrie, Kamis, 11 Februari 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)