Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penyidikan kasus dugaan rasuah pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 masih berjalan. Lembaga Antikorupsi mencari bukti melengkapi berkas para tersangka di kasus itu.
"Saat ini, penyidikan perkara dimaksud masih berjalan dan tetap dilakukan KPK. Pengumpulan alat bukti dan koordinasi dengan lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara juga telah dilakukan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 Februari 2022.
Selain itu, pihaknya masih menghitung kerugian negara dalam kasus ini. Penetapan status para tersangka sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Baca: KPK Siap Hadapi Praperadilan Tersangka Korupsi Helikopter AW-101
"Di samping itu syarat unsur penyelenggara negara maupun batasan dugaan jumlah kerugian negara sebagaimana ketentuan Pasal 11 UU KPK juga telah terpenuhi," ujar Ali.
KPK ditegaskan tidak terpengaruh dengan proses hukum kasus Helikopter AW-101 di TNI. Lembaga Antikorupsi menyebut penanganan kasus itu berbeda.
"Penghentian penyidikan oleh penegak hukum lain tentu tidak mempengaruhi proses penyidikan yang sedang KPK lakukan saat ini. Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," tutur Ali.
KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penyidikan kasus dugaan rasuah
pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 masih berjalan. Lembaga Antikorupsi mencari bukti melengkapi berkas para tersangka di kasus itu.
"Saat ini, penyidikan perkara dimaksud masih berjalan dan tetap dilakukan
KPK. Pengumpulan alat bukti dan koordinasi dengan lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara juga telah dilakukan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 Februari 2022.
Selain itu, pihaknya masih menghitung kerugian negara dalam kasus ini. Penetapan status para tersangka sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Baca:
KPK Siap Hadapi Praperadilan Tersangka Korupsi Helikopter AW-101
"Di samping itu syarat unsur penyelenggara negara maupun batasan dugaan jumlah kerugian negara sebagaimana ketentuan Pasal 11 UU KPK juga telah terpenuhi," ujar Ali.
KPK ditegaskan tidak terpengaruh dengan proses hukum kasus Helikopter AW-101 di TNI. Lembaga
Antikorupsi menyebut penanganan kasus itu berbeda.
"Penghentian penyidikan oleh penegak hukum lain tentu tidak mempengaruhi proses penyidikan yang sedang KPK lakukan saat ini. Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," tutur Ali.
KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)