medcom.id, Jakarta: Ketua Lembaga Bantuan Hukum APIK Ratna Batara Munti meminta, polisi kembali membuka kasus penganiayaan yang dilakukan anggota DPR RI Masinton Pasaribu terhadap asistennya, Dita Aditia Ismawati.
Menurut Ratna, kasus penganiayaan yang dilakukan Masinton bukan delik aduan. Sehingga, kendati laporan kepolisian soal dugaan penganiayaan terhadap Dita telah dicabut, proses hukum seharusnya tetap berjalan.
"Kami sebagai mantan kuasa hukum Dita, sebagai jaringan lembaga hukum mendesak agar kasus ini dilanjutkan karena bukan delik aduan," kata Ratna, di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Menurut Ratna, seharusnya kepolisian bisa memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan dan penganiayaan melalui proses hukum. Termasuk pada anggota DPR yang belakangan ini kerap terekspos melakukan kekerasan kepada asisten maupun pekerja rumah tangga.
"Kalau seperti ini selamanya hukum tidak akan berjalan. Semua akan dilarikan ke korban dan tekanan korban untuk mencabut," kata dia.
Ia menambahkan, "Kita meminta polisi harus tegas. Komitmen menjadikan hukum di depan dengan asas equality before the law dan harus ada pemenuhan rasa keadilan untuk korban dan efek jera pelaku."
Seperti diketahui, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto memastikan, kasus dugaan pemukulan terhadap Dita Aditia Ismawati tidak akan dilanjutkan. Pasalnya, Dita dan terlapor Masinton Pasaribu sudah berdamai.
Agus mengatakan, jika kedua pihak yang bermasalah bersepakat damai dan tidak melanjutkan, polisi tentu tidak dapat melanjutkan sesuai dengan Undang-undang tentang Kepolisian Pasal 14 ayat 1 huruf K dijelaskan, tugas dan wewenang Kepolisian adalah memberikan jaminan kepada masyarakat sesuai kepentingan dalam lingkup tugas Kepolisian.
"Ketika pelapor dan terlapor sepakat dan merasa adil ketika kasus tidak dilanjutkan, polisi tak bisa memaksa melanjutkan proses hukum," kata Agus, Jumat 19 Februari 2016.
medcom.id, Jakarta: Ketua Lembaga Bantuan Hukum APIK Ratna Batara Munti meminta, polisi kembali membuka kasus penganiayaan yang dilakukan anggota DPR RI Masinton Pasaribu terhadap asistennya, Dita Aditia Ismawati.
Menurut Ratna, kasus penganiayaan yang dilakukan Masinton bukan delik aduan. Sehingga, kendati laporan kepolisian soal dugaan penganiayaan terhadap Dita telah dicabut, proses hukum seharusnya tetap berjalan.
"Kami sebagai mantan kuasa hukum Dita, sebagai jaringan lembaga hukum mendesak agar kasus ini dilanjutkan karena bukan delik aduan," kata Ratna, di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Menurut Ratna, seharusnya kepolisian bisa memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan dan penganiayaan melalui proses hukum. Termasuk pada anggota DPR yang belakangan ini kerap terekspos melakukan kekerasan kepada asisten maupun pekerja rumah tangga.
"Kalau seperti ini selamanya hukum tidak akan berjalan. Semua akan dilarikan ke korban dan tekanan korban untuk mencabut," kata dia.
Ia menambahkan, "Kita meminta polisi harus tegas. Komitmen menjadikan hukum di depan dengan asas equality before the law dan harus ada pemenuhan rasa keadilan untuk korban dan efek jera pelaku."
Seperti diketahui, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto memastikan, kasus dugaan pemukulan terhadap Dita Aditia Ismawati tidak akan dilanjutkan. Pasalnya, Dita dan terlapor Masinton Pasaribu sudah berdamai.
Agus mengatakan, jika kedua pihak yang bermasalah bersepakat damai dan tidak melanjutkan, polisi tentu tidak dapat melanjutkan sesuai dengan Undang-undang tentang Kepolisian Pasal 14 ayat 1 huruf K dijelaskan, tugas dan wewenang Kepolisian adalah memberikan jaminan kepada masyarakat sesuai kepentingan dalam lingkup tugas Kepolisian.
"Ketika pelapor dan terlapor sepakat dan merasa adil ketika kasus tidak dilanjutkan, polisi tak bisa memaksa melanjutkan proses hukum," kata Agus, Jumat 19 Februari 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)