medcom.id, Jakarta: Staf keuangan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Erwantoro mengaku, telah enam kali memberikan sejumlah uang ke staf anggota DPR, Jaelani. Total uang yang ia berikan sekitar Rp12 miliar.
Erwan mengaku mendapat tugas itu dari Direktur Utama PT WTU Abdul Khoir Saleh. Kesaksian itu ia berikan dalam persidangan Tipikor untuk terdakwa Abdul Khoir.
Ia menjelaskan, pertama kali memberikan uang ke Jaelani pada 9 November 2015. Uang sebesar Rp2 miliar itu ia berikan di depan minimarket Alfamart di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
"Saat itu saya dapat perintah langsung dari Pak Abdul. Saya menyerahkan uang itu sekitar pukul 16.00 WIB," kata Erwan di ruang sidang Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2016).
Pemberian kedua dilakukan pada 12 November 2015 sebesar Rp200 juta. Kemudian pada 16 November 2015 diberikan pada Jaelani sebesar Rp3,8 miliar.
Di hari berikutnya, 17 November 2015, Erwan memberikan Rp3 miliar ke Jaelani. Selang satu hari, 19 November 2015, uang Rp2 miliar mengucur ke kantong Jaelani.
Kemudian sisanya diberikan pada 28 Desember 2015. Erwan mengatakan, selalu memberikan uang ke Jaelani dengan cara berbeda dan tempat yang berbeda.
"Kadang transfer, tapi ada juga yang ketemu langsung. Dua kali bertemu di samping kantor. Satu kali di Food Hall Senayan," tutur Erwan.
Dalam kesaksian Jaelani sebelumnya, ia mengatakan, uang yang ia terima langsung diberikan ke anggota Komisi V DPR RI Musa Zainuddin dan Andi Taufan Tiro.
Ia menjelaskan, awalnya Abdul menghubunginya untuk menanyakan tiga paket pekerjaan yang nilainya mencapai Rp150 miliar. Abdul memaparkan kepada dirinya bahwa berdasarkan kode, paket pekerjaan itu milik anggota DPR Musa Zainuddin.
Uang itu diberikan kepada Musa dan Andi secara bertahap. Ia mengungkapkan, uang yang diberikan kepada Andi Taufan terkait dana aspirasi untuk pekerjaan di Maluku. Total yang diberikan ke Andi mencapai Rp4 miliar, sementara kepada Musa Rp8 miliar.
Dalam kasus suap yang dilakukan Abdul, satu anggota Komisi V DPR RI juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Damayanti Wisnu Putranti yang menerima suap Rp4,28 miliar. Suap untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum juga telah mendakwa Abdul Khoir dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal itu berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara itu berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Jaksa menyebut suap kepada Damayanti, beberapa anggota Komisi V, dan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara sudah beberapa kali.
Abdul memerintahkan anak buahnya, Erwantoro, menyiapkan uang USD328 ribu atau setara Rp3,2 miliar, lalu diserahkan ke Damayanti melalui Dessy Ariyati dan Julia Prasetyarini. Dessy dan Julia mendapat komisi SGD40 ribu dari Damayanti.
Desi dan Julia merupakan asisten Damayanti. Untuk memastikan proyek benar-benar dikuasai, Abdul kembali menyuap Damayanti melalui Dessy Rp1 miliar dengan uang pecahan dolar Amerika Serikat. Damayanti kemudian meminta Julia menukarkan uang suap kedua itu dengan pecahan rupiah.
Dari uang itu Damayanti memberikan Rp300 juta kepada Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan mantan calon kepala daerah Kendal Widya Kandi Susanti dan Mohamad Hilmi sebanyak Rp300 juta. Sisa Rp400 juta digunakan Damayanti, sedangkan Rp200 juta dibagikan sama rata ke Dessy dan Julia.
Secara berturut-turut, Abdul menyuap anggota Komisi V lainnya dan Amran HI Mustary dengan jumlah seluruhnya Rp21,8 miliar, SGD1,6 juta, dan USD72,7 ribu untuk meloloskan proyek itu.
Abdul meminjam uang kepada Aseng sejumlah Rp1,5 miliar dan Hong Arta John Alfred sebesar Rp1 miliar untuk menutupi kekurangan uang suap agar proyek dari program aspirasi Damayanti di Maluku jatuh ke tangan Abdul Khoir.
medcom.id, Jakarta: Staf keuangan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Erwantoro mengaku, telah enam kali memberikan sejumlah uang ke staf anggota DPR, Jaelani. Total uang yang ia berikan sekitar Rp12 miliar.
Erwan mengaku mendapat tugas itu dari Direktur Utama PT WTU Abdul Khoir Saleh. Kesaksian itu ia berikan dalam persidangan Tipikor untuk terdakwa Abdul Khoir.
Ia menjelaskan, pertama kali memberikan uang ke Jaelani pada 9 November 2015. Uang sebesar Rp2 miliar itu ia berikan di depan minimarket Alfamart di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
"Saat itu saya dapat perintah langsung dari Pak Abdul. Saya menyerahkan uang itu sekitar pukul 16.00 WIB," kata Erwan di ruang sidang Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2016).
Pemberian kedua dilakukan pada 12 November 2015 sebesar Rp200 juta. Kemudian pada 16 November 2015 diberikan pada Jaelani sebesar Rp3,8 miliar.
Di hari berikutnya, 17 November 2015, Erwan memberikan Rp3 miliar ke Jaelani. Selang satu hari, 19 November 2015, uang Rp2 miliar mengucur ke kantong Jaelani.
Kemudian sisanya diberikan pada 28 Desember 2015. Erwan mengatakan, selalu memberikan uang ke Jaelani dengan cara berbeda dan tempat yang berbeda.
"Kadang transfer, tapi ada juga yang ketemu langsung. Dua kali bertemu di samping kantor. Satu kali di Food Hall Senayan," tutur Erwan.
Dalam kesaksian Jaelani sebelumnya, ia mengatakan, uang yang ia terima langsung diberikan ke anggota Komisi V DPR RI Musa Zainuddin dan Andi Taufan Tiro.
Ia menjelaskan, awalnya Abdul menghubunginya untuk menanyakan tiga paket pekerjaan yang nilainya mencapai Rp150 miliar. Abdul memaparkan kepada dirinya bahwa berdasarkan kode, paket pekerjaan itu milik anggota DPR Musa Zainuddin.
Uang itu diberikan kepada Musa dan Andi secara bertahap. Ia mengungkapkan, uang yang diberikan kepada Andi Taufan terkait dana aspirasi untuk pekerjaan di Maluku. Total yang diberikan ke Andi mencapai Rp4 miliar, sementara kepada Musa Rp8 miliar.
Dalam kasus suap yang dilakukan Abdul, satu anggota Komisi V DPR RI juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Damayanti Wisnu Putranti yang menerima suap Rp4,28 miliar. Suap untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum juga telah mendakwa Abdul Khoir dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal itu berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara itu berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Jaksa menyebut suap kepada Damayanti, beberapa anggota Komisi V, dan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara sudah beberapa kali.
Abdul memerintahkan anak buahnya, Erwantoro, menyiapkan uang USD328 ribu atau setara Rp3,2 miliar, lalu diserahkan ke Damayanti melalui Dessy Ariyati dan Julia Prasetyarini. Dessy dan Julia mendapat komisi SGD40 ribu dari Damayanti.
Desi dan Julia merupakan asisten Damayanti. Untuk memastikan proyek benar-benar dikuasai, Abdul kembali menyuap Damayanti melalui Dessy Rp1 miliar dengan uang pecahan dolar Amerika Serikat. Damayanti kemudian meminta Julia menukarkan uang suap kedua itu dengan pecahan rupiah.
Dari uang itu Damayanti memberikan Rp300 juta kepada Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan mantan calon kepala daerah Kendal Widya Kandi Susanti dan Mohamad Hilmi sebanyak Rp300 juta. Sisa Rp400 juta digunakan Damayanti, sedangkan Rp200 juta dibagikan sama rata ke Dessy dan Julia.
Secara berturut-turut, Abdul menyuap anggota Komisi V lainnya dan Amran HI Mustary dengan jumlah seluruhnya Rp21,8 miliar, SGD1,6 juta, dan USD72,7 ribu untuk meloloskan proyek itu.
Abdul meminjam uang kepada Aseng sejumlah Rp1,5 miliar dan Hong Arta John Alfred sebesar Rp1 miliar untuk menutupi kekurangan uang suap agar proyek dari program aspirasi Damayanti di Maluku jatuh ke tangan Abdul Khoir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)