Jakarta: Partai Gerindra meminta komposisi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlaku proporsional. Lembaga itu bisa terdiri dari unsur pemerintah, DPR, dan internal KPK, mirip susunan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami usulkan lagi lebih bagus dua dari pemerintah dan dua DPR dan satu dari KPK," kata anggota DPR Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas, dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Oktober 2019.
Menurut dia, dengan pola ini, eksekutif dan legislatif punya perpanjangan tangan untuk memantau KPK. Sementara itu, Korps Antirasuah juga punya perwakilan untuk bersuara di Dewan Pengawas.
Supratman menekankan pembentukan Dewan Pengawas oleh Presiden Joko Widodo harus mendengarkan masukan dari DPR. Orang-orang yang dipilih tidak boleh serta merta ditunjuk langsung Presiden.
"Bahwa kekuasaan yang diberikan dan dikembalikan lebih bagus kepada DPR atau dibagi seperti pola MK dulu. Kami usulkan dua dari pemerintah dan tiga dari DPR tapi kemudian Presiden tidak setuju," terang Supratman.
Pemeritah sempat menyatakan Dewan Pengawas cukup lewat konsultasi bukan penunjukan. Supratman menilai hal ini berbahaya bagi demokrasi. Pasalnya, kewenangan seluruhnya ada di Presiden.
Di sisi lain, Supratman mengatakan kenegarawanan Presiden Joko Widodo sedang diuji menyikapi revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Aturan ini masih ditolak publik.
Pembentukan Dewan Pengawas KPK diatur dalam revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pemerintah menyatakan lembaga ini dibentuk untuk memperkuat KPK. Setiap lembaga negara membutuhkan pengawasan, tak terkecuali KPK.
Presiden Joko Widodo memastikan Dewan Pengawas independen. Lembaga ini diisi tokoh masyarakat, akademisi, atau pegiat antikorupsi, bukan politikus, birokrat, atau aparat penegak hukum aktif. Mereka diangkat presiden dengan dijaring panitia seleksi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yNL7ZmPK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Partai Gerindra meminta komposisi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlaku proporsional. Lembaga itu bisa terdiri dari unsur pemerintah, DPR, dan internal KPK, mirip susunan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami usulkan lagi lebih bagus dua dari pemerintah dan dua DPR dan satu dari KPK," kata anggota DPR Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas, dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Oktober 2019.
Menurut dia, dengan pola ini, eksekutif dan legislatif punya perpanjangan tangan untuk memantau KPK. Sementara itu, Korps Antirasuah juga punya perwakilan untuk bersuara di Dewan Pengawas.
Supratman menekankan pembentukan Dewan Pengawas oleh Presiden Joko Widodo harus mendengarkan masukan dari DPR. Orang-orang yang dipilih tidak boleh serta merta ditunjuk langsung Presiden.
"Bahwa kekuasaan yang diberikan dan dikembalikan lebih bagus kepada DPR atau dibagi seperti pola MK dulu. Kami usulkan dua dari pemerintah dan tiga dari DPR tapi kemudian Presiden tidak setuju," terang Supratman.
Pemeritah sempat menyatakan Dewan Pengawas cukup lewat konsultasi bukan penunjukan. Supratman menilai hal ini berbahaya bagi demokrasi. Pasalnya, kewenangan seluruhnya ada di Presiden.
Di sisi lain, Supratman mengatakan kenegarawanan Presiden Joko Widodo sedang diuji menyikapi revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Aturan ini masih ditolak publik.
Pembentukan
Dewan Pengawas KPK diatur dalam revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pemerintah menyatakan lembaga ini dibentuk untuk memperkuat KPK. Setiap lembaga negara membutuhkan pengawasan, tak terkecuali KPK.
Presiden Joko Widodo memastikan Dewan Pengawas independen. Lembaga ini diisi tokoh masyarakat, akademisi, atau pegiat antikorupsi, bukan politikus, birokrat, atau aparat penegak hukum aktif. Mereka diangkat presiden dengan dijaring panitia seleksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)
