Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. (Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan)
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. (Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan)

Pasal Dakwaan Sofyan Basir Dinilai Tak Tumpang Tindih

Fachri Audhia Hafiez • 27 Agustus 2019 00:45
Jakarta: Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pasal yang dikenakan kepada terdakwa kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Sofyan Basir telah bersesuaian. Artinya, pasal yang didakwakan hanya menguraikan unsur dalam dakwaan.
 
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan perihal bentuk dakwaan yang dikaitkan antara pasal suap dengan pasal perbantuan atau pemufakatan jahat. Jaksa menanyakan kepada Fickar bahwa pasal yang dikenakan kepada Sofyan tidak mengandung unsur tumpang tindih.
 
"Iya (tidak tumpang tindih), karena di pasal 15 khusus mengatur soal ancaman itu," kata Fickar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2019.

Fickar menambahkan, pasal 56 ke-2 KUHP yang didakwakan ke Sofyan juga bersifat alternatif. Artinya, terdakwa bisa dianggap terbukti melanggar bila salah satu unsur dalam delik tersebut telah terpenuhi. "Betul, karena di pasalnya seperti itu, pakai kata atau," tegas Fickar.
 
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia dinilai melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP. 
 
Pasal mengenai pemufakatan jahat termuat dalam Pasal 15 Undang-undang tindak pidana korupsi. Pasal itu berbunyi, 'Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14'.
 
Pasal terkait perbantuan dalam kejahatan termuat dalam Pasal 56 ayat (2) KUHP, yang berbunyi, 'Dipidana sebagai pembantu kejahatan: (2) mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan'.
 
Dalam dakwaan, Sofyan disebut mempertemukan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
 
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang diberikan untuk mempercepat kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1.
 
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan